Aku berangkat tengah malam ditemani cahaya lembut dan kasihmu bulan, dan aku masih mengikuti setiap bayanganmu yang selalu tumbuh di atasku, tersenyum-senyum sendiri,S melihat ilalang-ilalang yang menari diterpa angin malam menjelang pagi, dan aku kehilangan bayanganmu dalam tidurku.
Bulan kau masih begitu indah dibayangan mataku, di pundak ayahku yang sedang duduk di depanku sama-sama mengintaimu yang sedang bersembunyi malu di balik awan yang bagai gelombang laut dan desir angin di pesisir pantai. Bulan aku masih bingung dengan keberadaanmu, yang berbentuk cincin pada hari ke lima belas dalam hitungan kalender Jawa. Dan aku juga bingung kau yang tumbuh dari sebelah timur di belakang matahari yang terbenam.
Bulan, bersandarlah dipelukanku, berbaringlah, biar aku mendapatkan ribuan teka-teka jawaban yang masih mengendap dipikiranku. Bulan, aku masih bersama Ayah, dan aku harus tanyakan tentangmu kepada dia.
"Ayah kenapa bulan tidak memberikan sinaran sedikit pun kepada kita berdua" tanyaku.
"Belum waktunya Nak, kalau sudah waktunya ia tidak hanya memberi sinarnya saja, dan kita akan mendapatkan dua saudara lagi dari Bulan, maka kita menjadi berempat tidak berdua lagi" jawab Ayah.
"Oh ya, kamu tahu, dibagian mana bulan itu mengeluarkan cahaya kemuning putih lembut sorotnya" tanya Ayah kepadaku.
"Tidak tahu, emangnya Ayah tahu" tanyaku balik kepada Ayah.
"Coba lihat sekali lagi Bulan itu, sekali lagi, sekali lagi nak, menurut orang-orang terdahulu di tengah bulan itu ada seorang Nini Enteh yang sedang memangku anaknya menghadap ke kiri, dan mereka berdua lah yang akan memberikan cahaya" jawab Ayah sembari membaringkan badannya menghadap bulan.
Karya Muhammad Andrea
Bojonegoro, 2021
Sudah tersedia di Platform Youtube Sabda Literasi. Selamat mendengarkan
0 Komentar