"Pertemuan kita sederhaha, tapi jangan disederhanakan seperti pertemuan-pertemuan formal pada umumnya, berkawan boleh saja-asal saling menyapa".

Beberapa bulan yang lalu, saya bertemu dengan Fahman, salah seorang organisatoris yang handal dimasanya, peran dan tanggung jawab tidak bisa dilepaskan hingga hari ini terhadap organisasi yang dia geluti.

Fahman memang teman lama, pernah sebangku disalah Madrasah Diniyah milik Nahdlatul Ulama, kecerdesan dan ketekunan yang dimiliki mampu membawa namanya diatas panggung untuk menerima bingkisan dan sertifikat dari para astid-asatidah, karena sudah menjuarai peringkat pertama dianatara ratusan santri lainnya.

Pada tahun ke enam, kami telah resmi diwisuda, dan harus kembali ke rumah, sekaligus memilih jalannya masing-masing, Fahman akan melanjutkan pendidikan agamanya di Pondok Pesantren, sedangkan saya lebih memilih jualan pentol keliling.

Disisi lain, dengan kesibukan yang kami miliki, sehingga sangat sulit untuk sering bertemu, apalagi nongkrong bareng warung kopi samping (bawah) jembatan Sosrodilogo Bojonegoro. Kedapatan sama-sama mendapatkan undangan dalam agenda Harlah Diniyah, saya sengaja hadir, siapa tahu Fahman di rumah juga dan bisa menghadiri juga.

Selesai magrib, saya berangkat menuju lokasi Madrasah Diniyah, saya hanya disapa oleh orang-orang tidak bisa diingat, karena memang bukan dari angkatan atau sepantaran dulu, mungkin mereka santri-santri baru. Kebetulan juga cuaca waktu itu tidak hujan hanya saja mendung hitam dan putih menjadikannya terang.

Pandangan saya selama satu jam tidak terarah apalagi dinamis, karena ada seseorang yang saya tunggu yaitu Fahman, tidak lama kemudian, ternyata dia datang, memakai sarung hitam, berbaju muslim putih bersongkok nasional, pikiran saya bukan soal songkok nasionalnya, tetapi lebih pada kerinduan yang selama ini dipertemukan/diperkenalkan pertama dan terakhir di tempat yang sama.

Kami pun segera mencari tempat yang nyaman, untuk bernostalgia, bercerita tentang hari yang berlalu, hafalan yang berlalu sampai hujan mengguyur perjalanan bagi mereka yang hanya ingin belajar Alif sampai Ya'.

Akhirnya ruangan sebelah barat kosong, kami tempati selama berjam-jam, menghabiskan waktu untuk mengobati segala kerinduan dan kenakalan waktu tidak hafal nadzoman disuruh ikut bangun mushola pondok putri.

Ternyata Fahman sudah semester 5, dia mondok sembari duduk dibangku kuliah dengan mengambil prodi Sastra Bahasa, aktifitasnya tidak hanya kuliah, dia juga aktif di Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, beberapa hari lalu baru saja dia menyelesaikan jenjang Kaderisasi Pelatihan Kader Dasar.

Tidak terasa kami pun beberapa jam, berdiskusi tentang apa yang nampak atau tidak nampak, misalnya hal tidak nampak tentang lagi ramai-ramainya konten melawan dukun santet, memburu hantu dari hutan ke hutan, sampai hantunya tidak ketemu-ketemu, sengaja diantara tim creatornya bikin acting hantu sendiri.

Penulis : Muhammad Andrea