MATERI 7
P K T (Paradigma
Kritis Transformatif)
A.
Definisi PKT
Seorang ahli fisika teoritik bernama Thomas Khun
pertama kali memperkenalkan Paradigma didalam bukunya the structur of
scientific revolution. Beliau mengatakan paradigma adalah ‚How to see the
world‛ semacam kaca mata untuk melihat, memaknai, menafsirkan masyarakat atau
realitas sosial. Namun dalam materi ini bukan hanya Paradigma saja yang
dibahas, melainkan Paradigma Kritis Transformatif. Berikut ada beberapa
gambaran yang dikemukakan para penulis:
Paradigma
|
Kritis
|
Transformatif
|
Pandangan
|
Tanggap
|
Proses melakukan perubahan
|
Sudut Pandang
|
Aktif
|
|
Pola Pikir
|
Tidak mudah menerima
|
|
Kacamata
|
Berpikir secara mendalam
|
|
|
Selalu mencari peluang
|
Paradigma Kritis Transformatif ? What is
the meaning it ?
|
||
Sebuah alat untuk
memandang keadaan sekitar secara aktif, kreatif, dan berpikir secara
mendalam, kemudian melakukan perbuatan untuk perubahan
|
Pola pikir dalam memandang keadaan secara tanggap untuk melakukan
perubahan
|
Cara kita melihat gejolak sosial yang terjadi dan
menanggapinya secara kritis, bersifat aktif dan kreatif melalui sebuah
pemikiran mendalam, dalam melakukan perbuatan untuk perubahan.
|
B.
Fungsi PKT
•
Kader PMII menggunakan PKT
sebagai pisau atau alat untuk memahami dan menyelesaikan gejolak di lingkungan
sekitar
•
Sebagai jalan untuk
menyelesaikan masalah yang berasaskan norma dan estetika yang terkandung dalam
Pancasila, UUD’ 45, NKRI, dan Bhinneka tunggal Ika.
C.
Penjelasan
Paradigma kritis Transformatif sepenuhnya merupakan
pemikiran dan tindakan manusia. Namun tetap saja pemikiran manusia sangatlah
terbatas. sebelum materi PKT sudah ada materi NDP yang merupakan Dasar dari
segala perkataan dan perbuatan kader PMII. Berpikir sangatlah dianjurkan, namun
harus mempunyai batasan agar tidak terjerumus dengan hal – hal yang tidak
diinginkan, bahkan PKT bisa membuat umat Muslim memilih jalan murtad jika tidak
dikembalikan dengan NDP.
PKT hanya dipakai sebagai kerangka berpikir dalam
memandang sebuah persoalan demi memfungsikan ajaran agama sebagaimana mestinya,
menegakkan harkat dan martabat manusia dari belenggu keterpurukan, melawan
segala bentuk penindasan, membuka pengetahuan yang tersembunyi, dan lain
sebagainya. Bukan untuk mengungkit-ungkit aturan agama yang sudah ditentukan
Allah SWT.
Berpikir melalui Paradigma Kritis Transformatif adalah
cara PMII dalam membaca realitas sosial yang terjadi dimanapun PMII berada.
Tentunya ada berbagai alasan mengapa PMII memilih PKT sebagai kerangka dasar
dalam menganalisa suatu masalah dan mengaplikasikannya dalam bentuk perubahan,
alasannya diantara lain adalah :
•
Kesadaran masyarakat secara
tidak langsung telah terbelenggu dan dikekang pada satu titik yaitu kebudayaan,
terutama pada kemajuan teknologi pada saat ini.
•
Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang memiliki berbagai macam suku, agama, tradisi, dll.
•
Pemerintah Indonesia yang
terkadang menggunakan system otoriter.
•
Kuatnya doktrin-doktrin agama
yang membelenggu umat muslim sehingga mengakibatkan agama menjadi kering dan
beku, bahkan tak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan dan upaya
penegakan nilai kemanusiaan.
D.
Dasar Pemikiran Paradigma
Kritis Transformatif PMII
Ada bebarapa alasan yang menyebabkan PMII harus memilih
paradigma kritis sebagai dasar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran
serta menyusun cara pandang dalam melakukan analisa: Pertama, masyarakat
Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern.
Kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa
kapitalisme dan pola pikir positivistic modernisme. Pemikiran-pemikiran seperti
ini sekarang telah menjadi sebuah berhala yang mengaharuskan semua orang untuk
mengikatkan diri padanya. Siapa yang tidak melakukan, dia akan ditinggalkan dan
dipinggirkan. Eksistensinya-pun tidak diakui. Akibatnya jelas, kreatifitas dan
pola pikir manusia menjadi tidak berkembang. Dalam kondisi seperti ini maka
penerapan paradigma kritis menjadi suatu keniscayaan.
Kedua, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
majemuk, baik etnik, tradisi, kultur maupun kepercayaan. Kondisi seperti ini
sangat memerlukan paradigma kritis, karena paradigma ini akan memberikan tempat
yang sama bagi setiap individu maupun kelompok masyarakat untuk mengembangkan
potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal melalui dialog yang terbuka dan
jujur. Dengan demikian potensi tradisi akan bisa dikembangkan secara maksimal
untuk kemanusiaan.
Ketiga, sebagaimana kita ketahui selama pemerintahan
Orde Baru berjalan sebuah sistem politik yang represif dan otoriter dengan pola
yang hegemonic. Akibatnya ruang publik (public sphere) masyarakat hilang karena
direnggut oleh kekuatan negara. Dampak lanjutannya adalah berkembangnya budaya
bisu dalam masyarakat, sehingga proses demokratisasi terganggu karena sikap
kritis diberangus. Untuk mengembangkan budaya demokratis dan memperkuat civil
society dihadapan negara, maka paradigma kritis merupakan alternatif yang
tepat.
Keempat, selama pemerintahan orde baru yang menggunakan
paradigma keteraturan (order paradigma) dengan teori-teori modern yang
direpresentasikan melalui ideologi developmentalisme, warga PMII mengalami
proses marginalisasi secara hampir sempurna. Hal ini karena PMII dianggap
sebagai wakil dari masyarakat tardisional. Selain itu, paradigma keteraturan
memiliki konsekuensi logis bahwa pemerintah harus menjaga harmoni dan
keseimbangan social yang meniscayakan adanya gejolak social yang harus ditekan
seecil apapun. Sementara perubahan harus berjalan secara gradual dan perlahan.
Dalam suasana demikian, massa PMII secara sosilogis akan sulit berkembangkarena
tidak memiliki ruang yang memadai untuk mengembangkan diri, mengimplementasikan
kreatifitas dan potensi dirinya.
Kelima, Selain belenggu
sosial politik yang dilakukan oleh negara dan sistem kapitalisme global yang
terjadi sebagai akibat perkembangan situasi, factor yang secara spesifik
terjadi dikalangan PMII adalah kuatnya belenggu dogmatisme agama dan tradisi.
Dampaknya, secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif
mengenai ajaran dan fungsi agama. Terjadi dogmatisme agama yang berdampak pada
kesulitan membedakan mana yang dogma dan mana yang pemikiran terhadap dogma.
Agamapun menjadi kering dan beku, bahkan tidak jarang agama justru menjadi
penghalang bagi kemajuan dan upaya penegakan nilai kemanusiaan. Menjadi penting
artinya sebuah upaya dekonstruksi pemahaman keagamaan melalui paradigma kritis.
0 Komentar