MATERI 8 
ANDIR (Analisis Diri)

A.    Prawacana
Diskursus tentang analisa diri (Andir), biasanya bermula dengan mempertanyakan identitas seseorang (manusia) yang berkaitan dengan Tuhan, Alam, dan sesamanya dalam ruang lingkup keduniawian. Lalu bagaimana kita akan mengarah pada setiap orientasi yang mesti dipilih untuk menjalani proses kehidupan sebagai manifestasi hidup yang sesungguhnya. Dalam pembahasan Andir ini, setidaknya akan membahas sedikit tentang kebutuhan dasar untuk mengenali dan menentukan arah hidup yang sebenarnya.
Adanya teori bahwa di dunia ini, pemahaman akan kebenaran itu dianggap relative (Jurgen Habermas) menunujukkan kepekaan maupun perbedaan pandangan dalam setiap individu. Tetapi, dalam tema kali ini akan dipetakan secara intersubyektif dengan melihat pandangan para tokoh mengenai konsep tatanan hidup manusia sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Mengingat; bahwa kebutuhan kita sebagai masyarakat yang berbangsa dan bernegara sekarang ini terlihat semakin rentan untuk mencapai cita-cita menuju kesejahteraan maupun kebahagiaan bersama. Karena secara sadar ataupun tidak, secara historis manusia itu membutuhkan kritik saran guna memperbarui serta bagaimana manusia berangkat dalam rangka menyongsong masa yang akan datang.

B.     Sipakah itu Manusia?
Setiap manusia adalah makhluk yang bisa berfikir, bertindak dan merefleksikan apa yang telah dilakukan. Namun tidak semua manusia memiliki motifasi dan keyakinan diri untuk berkembang. Gerak dinamis manusia selalu diawali dari dinamisasi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan di komunitas hidupnya. Manusia sebagai makhluk sosial harus memiliki kepekaan terhadap masalah disekelilingnya. Namun juga banyak manusia yang acuh terhadap persoalan-persoalan diluar dirinya. Idealnya manusia memiliki kepekaan terhadap dirinya sendiri dan kepekaan diluar dirinya. 
Berangkat dari kesadaran ini manusia berarti harus mampu memimpin dirinya sendiri untuk bisa memimpin sesuatu yang bergerak dinamis diluar dirinya. Pemahaman seperti ini akan memiliki dampak pemikiran, bagaimana saya, siapa saya, dan apa yang saya lakukan dan apa yang saya lakukan sekarang dan yang akan datang. Setiap manusia dalam komunitasnya harus siap memimpin dan siap dipimpin. Selain modal leader berangkat dari watak dan karakter bawaan, namun karakter pemimpin dan dididik dan dibentuk melalui sebuah pelatihan dan serius dan disiplin. Manusia untuk mencapai hakikatnya butuh proses dialektika individu dengan realitas disekelilingnya. 
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan daya refleksi, imajinasi, kontemplasi, akal dan nalar berfikir yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Fakta ini hendaknya menyadarkan kita untuk memberdayakan dan mengembangkan segala kelebihan yang dimiliki. Manusia juga cenderung apresiatif dengan segala sesuatu yang mengandung etika dan estetika. Etika adalah sebagai pengendali tingkah laku manusia untuk berbuat kebajikan di muka bumi ini, sedangkan estetika merupakan panorama keindahan yang dibentuk oleh nilai-nilai yang muncul dari persepsi-persepsi manusia akan alam. 
Jika etika dan estetika termanifestasi dalam diri manusia maka akan tercipta hubungan antar manusia yang harmonis, selaras, serasi dan seimbang. Hal yang mempengaruhi diri manusia untuk bertindak mencapai eksistensi dirinya banyak sekali variable yang berpengaruh, misalnya adalah, manusia lain, alam, dan hakikat Tuhan yang diimani. Hubungan transenden tersebut tentu akan mendeskripsikan bahwa manusia terkait dengan sesuatu sesuai dengan kadar pemikirannya.
Akan tetapi, dalam setiap perkembangan maupun proses manusia itu ada yang namanya penghalang dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi sulitnya manusia itu berkembang. Adapun faktor tersebut adalah:

1. Nature (bawaan)
Secara teoritik, faktor gangguan ini disebut dengan Nativisme yang dipelopori oleh tokoh filusuf terkenal yakni Plato, Scipenhauer dan Descartes. Faktor Nature ini merupakan faktor hereditas (genetik) yang diturunkan dari orang tua. Dan Nativisme menganggap bahwa proses kepribadian seseorang seharusnya diserahkan sepenuhnya pada alamiah sehingga alam sendirilah yang akan membetuk kepribadiannya.
2. Nurture (lingkungan)
Teori ini berpandangan bahwa karakter dan kerpibadian seseorang dibentuk dari lingkungan dimana ia tumbuh dan berkembang. Karena faktor ini menolak adanya pembentukan karakter secara ilmiah.
Gagasan Nurture dipelopori oleh John Locke dengan paham Empirisme.
3. Konvergensi (gabungan antara Nature dan Nurture)
Menurut William Stren, di dalam perkembangan kepribadian seseorang perlu adanya penggabungan dari dua faktor yakni alamiah dan lingkungan. Karena bakat serta lingkungan akan memberikan warna-warni potensi yang kuat untuk mendorong proses kepribadian seseorang tersebut. Sebuah bakat yang dimiliki sejak lahir akan menjadi sia-sia jika tidak didukung oleh lingkungan yang memadai, begitupun dengan lingkungan yang baik tidak akan sendirinya merubah seseorang tanpa adanya kepekaan seseorang itu sendiri.
Untuk itu, manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Allah di muka bumi. Manusia diberikan akal, ruh dan fisik guna melestarikan dan mempelajari apa yang ada dalam alam semesta ini. Kemudian manusia diberi lebel makhluk sosial dengan tujuan mengisi daya nurani manusia agar lebih memahami serta tidak tinggi hati dengan membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, katakanlah pemahaman akan kesadaran atas kehendak-kehendak bebas manusia tersebut. Atau dalam bentuk yang paling sederhana, yakni laki-laki dan perempuan.

C. Setiap Manusia adalah Aktor Utama
Mengenai kedudukan manusia sebagai aktor film didunia, maka Marxisme menggunakan sebuah bentuk analisa yang menempatkan ide bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia material yang terdeterminasi, dan aksi untuk mengubah dunia terdapat dalam batas-batas apa yang memang dapat dicapai sesuai dengan alur kesejarahan. Secara lebih spesifik, relasi produksi yang menjadi basis fundamental sistem ekonomi adalah alat penentu gerak sejarah. Yang menggaris bawahi proses tersebut adalah adanya ide tentang kontradiksi dan pertentangan antar kelas yang secara alamiah membentuk serta menggerakkan kemajuan sosial. 
Dalam ungkapan di atas, jelas bahwa manusia mempunyai kebebasan dan keseimbangan hidup tanpa ada suatu pembeda dari yang lainnya. Sebagai manusia yang manusiawi, lalu mengukur kemanusiaan sebagai diri terhadap kebutuhannya pada orang lain juga, serta seberapa besar esensinya sebagai manusia yang telah menjadi esensi alamiah bagi dirinya sendiri dengan konsekuensi seberapa besar dirinya terhadap kebutuhan orang lain. Secara garis besarnya, sebagai masyarakat beragama kita juga harus menyadari meskipun manusia adalah makhluk Tuhan yang diistemawakan untuk mengemban tugas-tugas tertentu, yang sebenarnya tidak lebih dari hubungan kita dengan manusia dan jagad raya. Karena Tuhan sudah memberikan batasan-batasan lewat firman-Nya dalam agama Islam terutama konsep Rahmatan Lil ‘Alamin.
Dengan demikian Tauhid dalam kerangka semantik, kita akan mendapati sebuah proses negasi (peniadaan) yang total terhadap ke – diri – an kita dengan tujuan pelepasan seluruh identitas pengakuan terhadap tuhan-tuhan baik yang menuhankan dirinya atau dipertuhankan (kata untuk seorang penguasa). Baru kemudian dihadirkan afirmasi (penegasan) atas ketiadaan tuhan-tuhan dengan adanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang Maha Esa serta Tuhan segala-galanya. 
Proses pembebasan dari sebuah bentuk penghilangan pebedaan inilah yang dimaksudkan sebagai manifestasi kita dalam menjalani segala urusan keduniawian sebagai lebel ‚Khalifah‛ Allah di muka bumi sekaligus aktor utama dalam sebuah film dokumenter untuk ditayangkan nantinya di kehidupan lain setelah melalui proses kematian.  Sebenarnya kalau kita kaitkan dengan kondisi saat ini sangatlah relevan untuk diakui bahwa manusia memang benar jika dikatakan sebagai khalifah. Karena kita tidak akan berhasil membantu maupun berhasil menganalisis lingkungan serta mencari jalan keluar dalam segala permasalahan sebelum kita membekali diri dengan ilmu sebanyak-banyaknya, menggurui diri kita sendiri, menganalisis diri kita, kekuatan maupun kelemahan serta tak lain prosesi peluang ancaman yang harus kita pikirkan untuk diri kita sendiri.
Bagaimanapun itu, persoalan pertama yang harus diselesaikan adalah persoalan tentang bagaimana kita mengaplikasikan analitik terhadap diri kita sendiri meskipun pada saat itu juga kita harus menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam bentuk universal untuk menjalankan sebuah amanah sebagai khalifah Allah. Dengan begitu, teori tentang kemanusiaan tak lain adalah teori tentang diri yang akan membantu kita dalam mendefinisikan eksistensi manusia sebagai ‚Aktor Utama dalam sebuah film di dunia.‛

D. Analisis Potensi Diri 
Sebagaimana pemaparan diatas, sedikit menyinggung persoalan diri sendiri atau intropeksi diri itu harusnya berawal dari rasa cinta dan perhatian lebih kepada kenyamanan terhadap kita sendiri. Pengetahuan akan potensi diri mungkin tidak pernah diketahui tanpa adanya kecenderungan diri tersebut untuk bergerak dari sikap diam menuju rasa ingin tahu yang besar. Rasa ingin tahu ini juga akan tumbuh begitu saja jika ada kondisi yang memang sangat dibutuhkan. Contohnya, dengan perantara partisipasi ke segala bidang, terkhusus dalam organisasi pergerakan seperti ini, merupakan kondisi yang tepat untuk alat pemicu (stimulus) ke-rasa ingin tahu-an kepada potensi diri kita masing-masing.
Seringkali kita berfikir tentang, ‚apa yang harus ku lakukan saat ini‛, ‚bagaimana nantinya aku‛ atau bisa saja ‚sebenarnya profesi apa sih yang cocok untukku.‛ Diakui memang, pertanyaan itu secara tiba-tiba muncul begitu saja, sebab kondisinya atau kebutuhannya mendorong ke arah yang sedemikian. Dan pertanyaan yang seperti itu jarang sekali kita tanyakan kepada orang lain, teman atau sahabat dekat. Akan tetapi, akan lebih cenderung bertanya kepada diri sendiri. Mengapa dapat terjadi demikian ? sebab, manusia merupakan makhluk yang berdimensi, dilihat dari mana saja tetap semua manusia itu pasti sama. Sama-sama mempunyai dimensi keruhanian yang bisa merasakan, dimensi kejasmanian yang bisa menyentuh, dimensi akal yang dapat berfikir, serta dimensi qalbu yang dapat peka terhadap sesuatu di sekitarnya. Jadi, manusia selain makhluk sosial, ia juga makhluk individu, dapat bercerita banyak hanya kepada dirinya sendiri karena itu menyangkut privasi yang sifatnya rahasia dari orang lain. Kecuali, jika ia meminta pendapat kepada orang lain.
Salah satu cara untuk melihat, mengetahui dan memahami bagaimana potensi diri dari masa ke masa, dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari kondisi psikis menuju fisik, yang salah satunya yaitu mengkaji dan belajar tentang senjata Analisis. Analisis itu merupakan cara pandang secara mendasar tentang sesuatu, sesuatunya itu sebagaimana objek yang harus diamati, semisal analisis dimulai dari pengamatan dengan diri kita sendiri. Nah, dari sini dapat kita lihat bahwasannya analisis itu berbicara tentang rabaan akan kelebihan atau bisa pada kekurangan yang ada dalam diri seseorang dan analisis itu tentunya berbicara soal problema-problema yang mungkin kerap kali kita tidak menyadarinya dan berhubungan dengan daya pikir, daya peka, daya ingat, afeksi, kognisi dll juga termasuk suatu hal yang bersifat kualitatif (tidak bisa dihitung). Kemudia membentuk suatu peluang untuk bergerak, namun juga memikirkan konsekuensinya saat kita bergerak. Sebab bergerak tak selamanya akan mulus, tapi juga ada halangan disetiap langkahnya.
Analisis disini dapat disebut dengan Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threatment). Yang mana merupakan salah satu, cara mengetahui potensi dan peluang agar potensi tersebut dapat dikembangkan secara baik dan berkesinambungan serta merta terdapat adanya nilai plus untuk bisa kita manfaatkan untuk semua orang. 
       Strenght yang berarti kekuatan atau kelebihan yang kita miliki.
Yakni analisis terhadap kelebihan atau kekuatan yang seenggaknya sangat menonjol untuk potensi diri kita sendiri. Kelebihan ini berhubungan dengan sikap syukur kita kepada Tuhan, yang telah memberikan nikmat lebih yang mungkin tidak dimiliki oleh setiap orang, misal kelebihan suara bagus atau kelebihan akan kecerdasan berpikir. 
       Weakness yang berarti kekurangan yang kita miliki. 
Dari sisi kelebihan tersebut, ada unsur yang perlu kita garis bawahi yakni kita adalah manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan. Pikirkan tentang orang lain, maka kita pun akan berpikir tentang apa yang tidak kita miliki dari seseorang tersebut. Itulah sekiranya yang dimaksud dengan kelemahan.
Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan pada diri itu masih belum dikatakan sebagai hasil akhir dari sebuah analisis tanpa sebuah aplikasi bagaimana memanfaatkan kelebihan sebagai peluang untuk maju serta berkembang. 
Kelebihan dan kekurangan ini dapat diketahui dengan cara merefleksikan terhadap diri, berkumpul dengan banyak orang, tak merasa puas dengan ilmu yang sudah didapat, ringan badan (hilangkah sifat malas) dan kegiatan lainnya yang dirasa menjadi stimulus untuk selalu bersyukur dan berbenah.
Selanjutnya, berhubungan dengan kemanfaatan dan kemadlaratan.
       Opportunity yang berarti peluang untuk maju.
Yakni kesempatan yang seharusnya kita ambil, peluang untuk kemanfaatan kelebihan yang kita miliki. Dan nantinya, dengan peluang lah kekurangan kita akan terbenahi dengan baik.
       Threatment yang berarti ancaman atau hambatan dari luar.
Tak bisa di hindari memang, jika ada peluang pasti ada ancaman yang harusnya kita hindari atau temukan solusi terbaik untuk mengatasi segala ancaman yang ada. Hal ini, dikaitkan dengan kelebihan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatasi segalanya yang berhubungan dengan ancaman tersebut.
Adapun dari sini kekuatan bertindak sebagai penghalang hambatan dan peluang sebagai inovasi untuk kelemahan. Dengan begitu, dari sisi analisis diri menggunakan SWOT dapat disimpulkan bahwa segalanya butuh proses yang tidak semulus dengan apa yang dipikirkan dalam bayangan semu. Ada kelebihan ada kekurangan, kemudian ada peluang ada hambatan. 
Dan yang perlu dicatat untuk selanjutnya adalah hindari sifat menjustifikasi hal buruk pada orang lain sebelum menganalisisnya terlebih dahulu, begitupun sebaliknya jangan terpaku kepada satu pandangan saja sebelum mengenalnya lebih dekat. Yang terpenting teruslah berproses selagi itu membuat kedewasaan untuk kita semua. Teruslah berproses selagi masih muda, selagi masih ada perjalanan yang panjang sekaligus selagi masih dapat bernafas lega menghirup segarnya udara. Tetaplah pada prinsip keimanan, keislaman juga keikhsanan.