MATERI 9
DISKURSUS WACANA
FAKULTATIF (PENDIDIKAN DAN PERGERAKAN)
"Pendidikan adalah
Proses Pembebasan dan
Pendidikan adalah Proses
Membangkitkan Kesadaran Kritis" (Paulo Freire)
A. Pengantar
Atas dasar keinginan dan kepercayaan yang kuat, kami
berusaha mencoba menuliskan apa yang telah kami diskusikan sebelumnya, mengenai
karakteristik dan sosok Mahasiswa yang seharusnya selain ia masuk dalam
perkuliahan, ia juga berkecimpung dalam dunia organisasi berbasis
ke-mahasiswa-an. Ketika kami mengawali diskusi ini, kami sempat berfikir dalam,
tentang - mengapa kita harus menjadi generasi bangsa yang mampu
mengkolaborasikan antara kepentingan pendidikan dalam kampus dan kepentingan sosial
bersama ? dapat dikatakan dengan generasi bangsa revolusioner yang mampu
mewujudkan sifat-sifat yang telah diajarkan Rasulullah kepada kita lewat
pendidikan serta perbuatan beliau. Setelah kami refleksikan lebih jauh, maka
munculah pemikiran bahwa menjadi sosok yang cerdas dan generasi pembawa
perubahan adalah mampu untuk menjadi seorang yang seimbang antara logika, emosi
dan apa yang nantinya akan diterapkan.
Maksudnya adalah selain kita memposisikan diri dalam
sebuah wadah legalitas, kita harusnya berpikir akan konsep dalam memposisikan
diri membentuk sikap Idealitas sebagaimana watak dan karakter seseorang itu
terbangun menjadi manusia yang berakal budi. Tepatnya, dalam legalitas yang
dimaksudkan disini adalah sama halnya dengan kedudukan kita saat ini, yakni
seorang yang berpijak dalam sebuah pendidikan formal secara realistis, karena
kita tidak akan bisa dikatakan orang yang cerdas kalau tidak berpendidikan dan
berwawasan luas. Begitu pula dalam memilih konsep idealitas yaitu paradigma
yang mengajarkan akan arti penting dalam sebuah Action, sebuah wujud konkret
untuk meningkatkan dan mewujudkan apa yang terdapat dalam pengajaran teoritis
(dalam perkuliahan) tersebut.
Terkadang ada statemen yang seperti ini ‚seringkali
pikiran kita hanya diisi oleh basis pengajaran yang terlalu teoretik, tanpa
kita bisa mengkritik dan membuat formulasi akan seberapa pentingnya organisasi
itu dalam proses pengembangan diri di dalam diskusi ruang kelas, dalam proses
pembelajaran di kampus, juga akan penambahan pengalaman dari luar kampus.‛
Contoh kecilnya saja, saat ini kita masuk dalam kelas – diterangkan oleh dosen
mata kuliah Psikologi mengenai sikap Kedewasaan Manusia dalam unsur Pedagogi –
kemudian mengetahui tentang pengertian Sikap Dewasa saja tapi belum pernah mempraktikkan
bagaimana bersikap Dewasa sebagaimana unsur Pedagogi. Lah, dari sinilah dapat
dikatakan peran penting Organisasi dalam mempraktikkan sikap dewasa secara
Pedagogi tersebut. Padahal, dalam ranah perguruan tinggi telah dijelaskan pula
terkait jargon atau simbol seorang Mahasiswa, yakni mengemban amanah Three Pen
(Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian). Dengan Pendidikan, Mahasiswa akan
mengetahui makna Intelektual (Ranah Legalitas – Dalam Kampus). Dengan
Penelitian, Mahasiswa akan mengetahui makna Peng – aplikasi – an (Ranah
Idealitas – Luar Kampus). Dan dengan Pengabdian, Mahasiswa akan memahami bahwa
Intelektual dan Pengaplikasian adalah kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
sebuah proses Pengabdian (Ranah Sosial, Ranah Pengorganisaian – Kemasyarakatan).
Dengan tujuan menjadi agen perintis, agen pembaruan, agen pembenahan menjadi
lebih baik lagi serta agen yang Berkeadaban dan Produktif.
Seperti yang telah saya kutip dari tulisan Nur Sayyid
Santoso Kristeva (2012: 20) bahwasannya salah satu komunitas intelektual yang
sangat potensial dan produktif untuk menjadi generasi masa depan adalah
mahasiswa. Mahasiswa memiliki segudang idealisme dan capaian masa depan. Dalam
sejarah gerakan sosial dan penumbangan rezim mahasiswa selalu menjadi aktor
serta garda depan untuk memekikkan perlawanan dan pembelaan terhadap sekian
bentuk ketidakadilan. Mereka adalah tumbal sejarah perjuangan yang mempunyai
tameng moralitas dan intelektualitas. Maka, mahasiswa pada titik ini telah
menjalankan mandat sejarah untuk meneruskan perjuangan para pendiri
bangsa.
Dengan melihat kondisi saat ini, banyak mahasiswa
apatis, hedonistik, irasional, pragmatis, permisif, dll. Karena mereka merasa
bangga dengan sebutan dan gelar mahasiswa yang sebenarnya mereka tidak pernah
sadar bahwa mereka harus memiliki peran-peran sosial. Bahkan mereka tidak sadar
bahwa mereka sedang terasing oleh cara berfikir dan tindakan mereka. Begitu
pula etika yang kurang pantas sebagai stempel seorang mahasiswa. Misalnya,
dalam hal perkataan mengemukakan pendapat yang asal bunyi tanpa ada dasar yang
sesuai, perbuatan yang kurang disiplin waktu dan terkadang tidak mengerjakan
tugas saat presentasi serta pemikiran tidak logis yang tidak didasari dengan
argumen-argumen kuat sesuai dengan apa yang dikatakan.
Mahasiswa seperti ini hanya akan menjadi
problem-problem di masyarakat kelak. Untuk itu, sudah saatnya kita harus
menjadi tumbal realitas sejarah. Sudah saatnya kita merealisasikan diri untuk
tujuan intelektualitas dan sosial. Sudah saatnya kita membinasakan watak
egoistik dan sektarianisme sebagai usaha mewujudkan nalar solidaritas untuk
mengembangkan sikap antara pemikiran serta penerapan. Maka, tak lain sudah
saatnya kita berbenah diri, mendekontruksi dan merekontruksi cara berfikir dan
bertindak kita, membenahi pemikiran dengan membentuk nalar yang rasional. Sudah
saatnya menjadikan diri kita sebagai generasi revolusioner yang berwatak ideal
dan aplikatif. Karena sejak dulu mahasiswa telah menjadi kepercayaan masyarakat
luas, juga dianggap sebagai generasi penerus keintelektualan bangsa. Dan
seharusnya kita sebagai mahasiswa tau akan hal itu.
Adapun problema organisasi, bahwasannya kuliah itu
mungkin tidak akan maksimal tanpa adanya wadah untuk menggerakkan mental para
mahasiswa tersebut. Organisasi disini dianggap sebagai sarana penggerak aspek
kognitif untuk menghindari adanya mental-mental keraguan, berhubungan dengan
argumen yang akan dikemukakannya nanti, bukan hanya pengajaran mental tapi juga
pengajaran aplikatif dan menambah ilmu pengetahuan maupun pengalaman luas
(katakanlah sebagai stimulus).
Dari sinilah peran institusi sebagai wadah teoritis dan
juga organisasi sebagai sarana praktis, lingkungan awal untuk bisa meneliti
keadaan sekitar serta dapat dipikirkan solusi terbaik dalam mewujudkan sikap-sikap
yang diajarkan oleh paradigma pemikiran institusi serta peningkatan mental
antara logika & gerakan organisasi. Untuk itu mahasiswa haruslah mampu
membawa perubahan lebih maju dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan negara Indonesia tercinta ini.
B. Pendidikan & Globalisasi
Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan oleh
masyarakat agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang mereka
anut. Pendidikan menjadi salah satu bentuk usaha untuk mempertahankan eksistensi
kehidupan dan budaya manusia. Dengan kata lain pendidikan adalah salah satu
strategi budaya manusia untuk mempertahankan eksistensi kehidupan mereka.
Pendidikan dimaknai oleh banyak pakar sebagai institusi untuk mendidik generasi
manusia dengan berbagai disiplin ilmu. Peradaban manusia juga tidak terlepas
dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dunia akan berubah menjadi maju
atau bahkan mengalami kemunduran tergantung pada penguasaan pengetahuan. Untuk
menata kembali butuh sistem pendidikan yang jelas, dan yang paling vital adalah
bagaimana merumuskan paradigma.
Persoalan pendidikan di Indonesia begitu kompleks. Tak
heran jika hak-hak dasar sebagian besar warga negara ini untuk memperoleh
pendidikan, belum terpenuhi. Termarginalkannya hak-hak warga miskin untuk
memperoleh pendidikan merupakan efek dari carut-marutnya pendidikan kita.
Belum lagi terkait dengan kebijakan pemerintah saat
ini, kebijakan belum berpihak kepada masyakat yang belum mampu. Hegemoni negara
tentu sangat bersinggungan dengan kebijakan pendidikan, sehingga kekuasaan dan
pendidikan harus dipisahkan dari mata rantai kepentingan politik sesaat.
Kemajuan peradaban yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi
berimplikasi pada moralitas manusia. Efek globalisasi misalnya telah merambah
berbagai sektor kehidupan manusia, mulai dari alat komunikasi, transportasi,
dunia maya, dan kecanggihan teknologi lainnya. Globalisasi telah berdampak pada
mainstream bahwa manusia harus bisa mengendalikan teknologi. Globalisasi
ditandai dengan ketersinggungan antara negara, pasar atau sistem ekonomi global
dan masyarakat sipil. Kalau diurai maka persoalan pendidikan Indonesia tidak
hanya masalah penataan kurikulum, profesionalitas guru, out-put lembaga
pendidikan, paradigma pendidikan, dan persoalan internal penyelenggaraan
lembaga pendidikan lainnya. Tapi lebih dari itu ada faktor eksternal yang juga
sangat berpengaruh pada pendidikan Indonesia yaitu persoalan rakyat miskin
sehingga tidak mampu sekolah, disorientasi kebijakan pemerintah, pendidikan
market oriented, relasi kekuasaan negara, dan pusaran arus globalisasi. Rumusan
paradigma pendidikan tentu jangan sampai lemah karena terseret arus
globalisasi.
Sehingga tidak mengorbankan nilai-nilai yang terkandung
dalam pendidikan dengan memaksa out-put untuk diterjunkan ke dunia pasar kerja.
Karena globalisasi tidak bisa dibendung maka sikap kita adalah harus berdapasi
secara arif tanpa harus menolaknya. Kekuasaan negara yang berkolaborasi dengan
kekuatan ekonomi global inilah yang menimbulkan dampak negatif dalam segala
sektor negara termasuk dalam hal ini adalah dunia pendidikan. Kualitas Manusia
Indonesia
Menurut Human Development Indeks (HDI) Tahun 2006 yang
dikeluarkan oleh UNDP, yang memperlihatkan kualitas SDM (yang didalamnya
berkaitan dengan pendidikan, kesehatan dan kehidupan ekonomi). Indonesia berda
pada peringkat 108 dari 177 negara di Dunia, dan berada diperingkat ke-6 dari
10 Negara ASEAN, jauh dibawah Philipina (84) dan Malaysia (61).
Tantangan Pendidikan Indonesia
•
Pengaruh intervensi
global
•
Permasalahan makro nasional:
krisis ekonomi, politik, moral, budaya, dst
•
Ciri bangsa heterogen: sosek,
bahasa, etnik, tingkat pendidikan, agama, kondisi geografis Jumlah penduduk >
220 juta
•
Globalisasi, keterbukaan,
demokrasi/kebebasan, rasionalisasi berpikir, budaya persaingan
•
Peran PT/ lembaga pendidikan
membentuk masyarakat mandiri dan beradab (civil society)
Visi Pendidikan di Era Global
Dalam sebuah penelitiah ilmiah Human Recource Development in the
Globalization Era, Vision,
Mission, and Programs of Action for Education and Training Toward 2020
H.A.R Tilaar, menjelaskan tentang program aksi menyeluruh dalam menghadapi
gelombang globalisasi. Empat kekuatan yang perlu dicermati pendidikan nasional;
1.
Kerjasama regional dan
internasional,
2.
Demokrasi dan peningkatan
kesadaran HAM serta pemberdayaan masyarakat (social empowerment),
3.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
4.
Identitas bangsa dan
internasionalisme.
Solusi Alternatif Pendidikan Indonesia
1.
Tanpa mengabaikan otoritas
negara dan arus globalisasi yang terus menggerus kekuatan masyarakat sipil,
sistem pendidikan Indonesia harus merobah fundamen paradigma pendidikan.
2.
Pertama, perlu penataan
sistem pendidikan yang beradaptasi dengan kekuatan global.
3.
Kedua, penegakan supremasi
hukum dan kedaulatan politik nasional demi menciptakan kondusifitas segala
sektor kehidupan, demokrasi, agama, pendidikan, sosial, politik, ekonomi,
budaya, hankam.
4.
Ketiga, paradigma pendidikan
untuk semua kalangan—education for all—dan pendidikan sepanjang hidup—long life
education—harus menjadi mainstream kebijakan pendidikan nasional.
C.
Sikap PMII dalam Proses
Pendidikan di Kampus
Sebagai mahasiswa dan kader PMII, sikap yang paling
utama dipertahankan adalah idealisme dalam menjunjung tinggi nilai-nilai moral
dan intelektual. Oleh karena basis di dalam ruang lingkup kampus adalah
persaingan intelektual, maka kewajiban meningkatkan intelektual mahasiswa
merupakan suatu keharusan ‚Fastabiqul Khoirot.‛ Disamping itu adalah
nilai-nilai moral. Betapa tidak, mahasiswamahasiswa yang belajar di Perguruan
Tinggi adalah harapan nyata untuk kelak menjadi ruh bagi masyarakat ketika
kembali ke kampung halaman. Hanya dengan sikap itu gerakan kader PMII akan
diperhitungkan oleh semua sivitas akademika yang tergabung di dalam kampus.
Sikap intelektual itu bukan berarti kegiatan yang
selalu berkaitan dengan bidang keilmuan yang menjadi bidang mahasiswa di dalam
jurusan atau dengan kata lain keilmuan yang hanya ada di SKS, tetapi jauh lebih
substantif adalah kepekaan mahasiswa dalam membaca diskursus-diskursus keilmuan
yang berkembang. Misalkan, keilmuan ihwal keislaman dan keindonesiaan. Jika
dijabarkan maka ilmu-ilmu seperti filsafat, sosial, budaya, sastra, politik dan
sebagainya sangat penting untuk dikembangkan. Sehingga tradisi diskusi tidak
normatif atau stagnan, tetapi akan mencapai pada diskusi intelektual yang
dinamis dan menambah wawasan keilmuan. Tidak hanya cukup dengan itu, sikap yang
juga harus diambil oleh kader PMII adalah dalam dunia tulis menulis. Dinamika
gerakan mahasiswa tidak akan pernah lepas dari kegiatan menulis. Dalam tugas
makalah, skripsi, laporan Kuliah Kerja Nyata adalah beberapa contoh dari
aktivitas mahasiswa yang selalu terkait dengan dunia tulis. Apalagi jika harus
mengungkap gagasan di kampus, koran harian, penelitian dan sebagainya. Oleh
karena itu, menulis merupakan kebutuhan pokok mahasiswa serta jalan paling
ampuh untuk menyampaikan gagasan. Di samping itu, dengan membiasakan menulis
dapat mempertajam nalar kritis mahasiswa dan analisis terhadap penelitian yang
akan ditempuh seperti skripsi, tesis, jurnal maupun disertasi.
Dari itu semua bisa dipastikan bahwa persaingan yang
paling subtantif di ranah kampus adalah dalam bidang intelektual. Menguasai
intelektualisme tidak hanya sebuah bekal untuk menjadi guru, dosen, akademisi,
intelektual ataupun cendekiawan, melainkan profesi apapun memerlukan modal ini,
karna tanpa modal intelektual rasanya sangat sulit untuk bersaing dalam segala
leading sektor, seperti menjadi aktivis, pejabat pemerintahan, guru, dosen,
wartawan, pengusaha, advokat, sampai tokoh masyarakat.
D.
Pendidikan dan Pergerakan
Pendidikan dan Pergerakan ialah bagian dari elemen
setiap Manusia yang sangat urgen dalam proses pengembangan Intelektual maupun
Karakternya. Jika saja Pendidikan tanpa adanya Pergerakan, maka selamanya
pendidikan itu akan mengalami Stagnasi atau tidak akan berkembang sedikitpun, begitupun
sebaliknya Pergerakan tanpa sebuah pendidikan yang nyata, maka Pergerakan
tersebut akan mengalami kecacatan yang berimbas pada kerusakan, sebab gerakan
tersebut tanpa didasari oleh teori-teori didikan yang benar. Salah satu proses
untuk menggerakkan semangat berpendidikan sekaligus praktik bersosial adalah
wadah PMII, yang merupakan organisasi mahasiswa berbasis kaderisasi antaranya
terdapat di berbagai kampus di Indonesia.
Sebuah Pendidikan dan organisasi merupakan keniscayaan
sebagai jalan pilihan yang tidak boleh tidak, harus terus dijalankan supaya ruh
kerja sama antar sesama mausia tetap hidup. Setiap manusia memiliki berbagai
problematika hidup yang sangat kompleks dan harus dipecahkan secara akurat dan
benar. Tak ada pilihan lain, kecuali mendinamiskan pendidikan dan organisasi
dengan peningkatan yang prestius, yakni kaderisasi yang terus menerus
berkembang. Pengembangan itu harus progresif dan maju, tidak normatif dan
statis. Hal ini dimaksud agar ke depan arah seorang Mahasiswa semakin terstruktur
dan mempunyai visi yang jelas untuk mencapai cita-cita bersama. Dalam memahami
arah Pergerakan tersebut, maka harus tetap mengacu pada perkembangan dunia
kemahasiswaan dan Perguruan Tinggi. Oleh karena basis masa PMII berada di dalam
lingkungan kampus, maka PMII dan kampus tidak boleh berseberangan, dalam arti
ketentuan-kentuan yang terdapat dalam Perguruan Tinggi harus bisa dibaca dan
diimplementasikan ke dalam pilihan pengembangan PMII. Beberapa peranan penting
Pergerakan di dalam dunia Pendidikan Kampus, sebagaimana berikut:
Pertama, setiap warga Pergerakan pasti bisa merebut
Indeks Prestasi (IP) tinggi. Memang benar realitanya bahwa tidak semua
mahasiswa yang memperoleh IP tinggi menjadi lebih baik dibanding mahasiswa yang
memiliki IP rendah. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa Indeks Prestasi
merupakan cerminan dari sebuah ketekunan, kegigihan dan prestasi mahasiswa pada
studi perkuliahannya. IP yang tinggi merupakan bentuk pengakuan dosen atas
keseriusan mahasiswa dalam proses belajar. Biasanya, penilaian dosen terhadap
mahasiswa dilihat dari keaktifan selama kuliah berlangsung, kerjasama, prestasi
akademik serta hubungan yang baik dengan dosen. Tidak dinafikan juga bahwa
kehadiran pada kuliah turut menentukan IP yang tinggi. Intinya, IP tinggi
merupakan representasi kesuksesan mahasiwa di kampus, meskipun di luar belum
tentu.
Kedua, setiap warga Pergekan pastinya akan berprestasi
dalam potensi individu masing-masing. Skil dan potensi personal yang dimiliki
nantinya akan dikembangkan sehingga akan menjadi modal dasar mahasiswa untuk
membangun relasi prestasi dengan mahasiswa yang lain. Di era tekhnologi ini,
banyak hal bisa dimanipulasi, termasuk IP, tetapi skil personal yang akan
membenarkan semua. Tidak dipungkiri, seorang mahasiswa akan menjadi inspirasi
bagi mahasiswa yang lain jika dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Jika potensi personal bisa dikembangkan, niscaya warga PMII akan menjadi
mahasiswa panutan untuk mahasiswa lain di berbagai sektor.
Ketiga, setiap warga Pergerakan akan mempunyai sikap
simpati terhadap mahasiswa lain dengan menampilkan perangai yang baik dan
akhlak karimahnya (Penerapan akan Nilai Dasar Pergerakan sebagaimana penjelasan
di atas). Perilaku sangat penting di dalam proses pembelajaran di kampus. Banyak
kalangan mahasiswa yang memiliki kemampuan intelektual bagus tetapi memiliki
sikap yang tidak baik. Misalnya, tidak baik dalam tata cara berpakaian,
berbicara dan bersikap. Sejatinya warga Pergerakan memiliki perilaku yang
mematuhi norma dan etika dalam kampus. Memang sudah menjadi kebiasaan umum
kebanyakan mahasiswa suka melanggar aturan, tetapi sebagai warga Pergerakan
pasti melihat efek yang akan ditimbulkan dari perilaku yang buruk. Bukan hanya
menjaga nama personal, tetapi juga marwah organisasi.
Keempat, setiap warga Pergerakan sangat menganjurkan
dirinya untuk selalu berpartisipasi dalam organ intra kampus di lembaga-lembaga
kemahasiswaan. Pergerakan mutlak harus turut andil di dalamnya menjadi pemimpin
mahasiswa di lembaga-lembaga kemahasiswaan kampus. Langkah ini merupakan bagian
dari pengembangan kader Pergerakan guna mencetak dan memberi sumbangsih
terhadap kampus. Posisi ini merupakan tempat yang vital dan strategis untuk
menjalankan roda Pergerakan. Di samping itu, posisi ini merupakan langkah awal
Mahasiswa untuk menjadi seorang Perintis serta gelar manusia Khalifah fil
‘Ardh.
Kelima, setiap warga Pergerakan pasti dapat membaca
kemudian menuliskannya. Menulis adalah menumpahkan pikiran dan gagasan dari apa
yang mereka baca, lihat dan refleksikan terhadap problem sosial. Hal ini
penting, mengingat dinamika keilmuan mahasiswa di kampus yang tidak akan pernah
lepas dari kegiatan tulis menulis. Misalkan dalam tugas makalah, skripsi,
laporan Kuliah Kerja Nyata dan lainlain. Apalagi jika harus mengungkap gagasan
di kampus, koran harian, penelitian dan sebagainya. Oleh karena itu, menulis
merupakan kebutuhan pokok mahasiswa serta jalan paling ampuh untuk menyampaikan
gagasan. Di samping itu, dengan membiasakan menulis dapat mempertajam nalar
kritis mahasiswa dan analisis terhadap penelitian yang akan ditempuh seperti
skripsi, tesis, jurnal maupun disertasi.
Beberapa peranan dunia Pergerakan bagi Pendidikan dalam
kampus di atas dirasa sangat relevan dengan dinamika perkembangan Mahasiswa itu
sendiri. Begitupun sebaliknya. Sebuah langkah prestisius warga Pergerakan untuk
menginspirasi dan menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain.
0 Komentar