Banyak yang mengatakan bahwa tahun 2018 merupakan tahun pesta demokrasi, tahun pilkada serentak diberbagai daerah di Indonesia. Kalau melihat dan mengikuti kabar terkini, bahwa Pesta Demokrasi akan membawa dampak/pengaruh yang signifikan bagi masyarakat. Pengaruh Positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang didominasikan oleh kekuatan kultur non politik praktis dalam menegakkan system demokrasi, dari sisi pengaruh negatif yang didominasikan oleh kekuatan struktur politik, seperti parpol untuk mendapatkan suara terbanyak dalam memenangkan pilihan bupati (PILBUP) dan pilihan kepala daerah (PILKADA) kedepan.
Bulan Februari sudah memasuki pada perkembangan kampanye, penulis akan membahasas terkait dinamika politik pilihan bupati Bojonegoro (PIPBUP). Dengan habisnya masa kekuasaan ke-pemerintahan bupati Kang Yoto ditahun 2018, maka akan dilaksankannya Pemilihan Umum bupati Bojonegoro yang baru di bulan Juni mendatang. Ketika Komite Pemilihan Umum Bojonegoro (KPU) membuka pendaftaran Bakal calon dan verifikasi calon bupati, dibawah Kekuasaan Kang Yoto tidak hanya tinggal datang, duduk, diam dan do’a. Tetapi justru menjadi peluang yang ke tiga kalinya untuk merebut kembali kekuasaannya dengan menitipkan amanah kepada istri tercintanya (Ibu. Kusmiyanto). Selang kemudian, Istri yang didaftarkan lolos dalam verifikasi pencalonan serta mendapatkan nomer urut 2 untuk menghadapi pemilihan bupati mendatang.
Dalam kancah politik, masyarakat pilitisi bojonegoro sering menyebutnya Dinasti Politik, bahwa mempertahankan dan menginginkan kekuasaan yang ketiga kalinya bagian dari Dinasti kekuasaan yang mementingkan keluarga atau keturunan untuk meneruskan kembali kekuasaan sebelumnya. Sebagian dari lawan politik menggunakan Isu SARA untuk menjatuhkan kekuasaan penerus Kang Yoto, seperti yang lagi mengena di masyarakat yaitu isu golongan antara warga Muhammadiyah dan Nahdlotul Ulama’ (NU).
Masyarakat Muhammadiyah yang jumlahnya minoritas atau tidak sebanding dengan Nahdlotul Ulama’ di bojonegoro, jika Isu golongan menjadi alat untuk politik, maka dampak negatif yang akan muncul dan risakan oleh mesyarakat keresahan, bahaya laten, saling hina, fitnah, dan adu domba. Beginikah.! nilai pesta demokrasi yang menjunjung tinggi nilai bangsa Indonesia yang berazazkan pancasila akan tetapi lebih melemahkan dalam sektor kultur masyarakat majmu’ dan berbudaya yang mengedepankan gotong royong, tolong menolong tidak memandang suku, rasa, budaya, agama dan bahasa. Sebaiknya momentum pesta demokrasi tahun 2018 tersebut, dijadikan sebuah pertarungan ide dan gagasan untuk membangun Bojonegoro mendatang lebih produktif lagi dari sektor, ekonomi, sosial dan budaya.
Padahal secara garis besar Organisasi Nahdlotul Ulama’ bukanlah partai politik, apalagi dilibatkan dalam politik praktis yang selalu membawa efek jera dalam setiap aspek sosial-kultur masyarakat Bojonegoro. Si penulis akan lebih untuk membicarakan dinamika perkembangan Nahdlotul Ulama’ dan Politik Pilkada di Bojonegoro selebihnya di Sugihwaras. Kec. Sugihwaras Bojonegoro hari-hari ini gencar di kawasan internal kaum Nahdliyin, NU yang belum memaksimalkan diri dalam pola pikir gerakan kulturnya untuk memperbaiki dinamika pergulatan organisasi, sudah terlalu ambisi untuk menerima dan terlalu toleransi terhadap salah satu dari ke empat paslon Bojonegoro. Paslon nomer urut 3 Bu Anna Muawannah dengan Budi irawanto mencalonkan diri untuk maju di Pilbup Bojonegoro bulan mendatang dengan redaksi keputusan atas rekomendasi/dukungan dari warga Nahdlotul Ualama’. Di beberapa media cetak, seperti gambar yang bertuliskan “Dari NU untuk rakyat”, semboyan yang begitu berani dalam merebutkan kursi bupati bojonegoro mendatang, dari sini kita dapat menganalisis bahwa paslon tersebut, membawa nama NU, dia sangat optimis, karena basis masa yang mayoritas, sehingga nanti akan lebih mudah dalam berjalan nya kampanye sampai pemilihan. Disisi lain, untuk mensosialisasikan bahwa Paslon tersebut bener-bener rekomendasi dari warga Nahdliyin, mereka lewati berbagai aktifitas-aktifitas kampanye dengan turba ke berbagai kecamatan se-bojonegoro. Sempat juga paslon tersebut, berkata dari masing-masing ke empat paslon ada satu yang berbeda.
Empat masing-masing paslon ada satu yang berbeda, bahwa kedua paslon antara Pak Besuki dan Pak Mulyono, pada nomer urut 4 jatuh pada Pak Basuki, dan nomer urut 1 jatuh pada Pak Mulyono. Dari kedua pasangan calon tersebut atas utusan dari Kang Yoto untuk memecah suara Nahdliyin Bojonegoro, sehingga paslon nomer urut 2 Bu kuswiyanto akan mendapatkan suara dari internal Muhammadiyah, Jika melihat sekala gerakan internal Muahammadiyah sudah masif dalam posisi trategis disetiap kecamatan untuk mensukseskan paslon nomer urut 2. Maka perkiraan bisa dikakulasikan jumlah suara yang akan di dapat dari masing-masing Paslon. Nomer urut (1). Pak Mulyono 20%, (2). Bu Kuswiyanto 40%, (3). Bu Anna Muawanah 20%, (4). Pak Basuki 20%. Ramalan itu hanya wacana, jika dilihat dari sekala garis besar masing-masing kronologi golongan.
Kecamatan sugihwaras terdapat 17 desa, dengan sekala kakulasi terbanyak warga Nahdliyin, tidak heran lagi, jika sugihwaras menjadi sasaran strategis untuk kemengan pilbup dan pilkada mendatang, secara kultur ke-Nu.an warga sugihwaras masih kental dengan berbagai aktifitas keseharian dalam menjalankan formalisasi nilai Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah. Tiga hari yang lalu sempat ngobrol-ngobrol terkait NU sugihwaras dengan salah satu pengurus Cabang NU Bojonegoro, dia menjelaskan, “Nu garas itu dari dulu, tidak pernah nurut sama cabang secara adimintratif atau anggaran dasar rumah tangga (AD-RT) NU”. Kejelasan sudah nampak karaker ke-Nu.ansugihwaras, dengan orang-orangnya yang kolot dan memakai caranya sendiri. Itulah yang perlu untuk diperbaiki secara mendalam di internal organisasi Nu sendiri.
Dengan maraknya Pilbup, warga Nahdliyin sugihwaras tidak hanya diam, dari wakil Tnfidziyah Kyai Sun’an dan rekan-rekannya menggelar pertemuan besar bersama seluruh ranting NU se-sugihwaras. Pada pertemuan yang digelar pada tanggal 10 Februari di desa padas dengan tema “Mwc NU dan Ranting se-sugihwaras bersama Ibu. Hj. Ana Muawanah. Dalam obrolan di warung kopi, bahwa ketua Tanfdziyah Kyi Machsun tidak bisa diajak kerja sama oleh salah dari pengurus Mwc, dengan Isu Carteker yang dijadikan senjata untuk menghadirkan seluruh ranting se-sugihwaras. Pada sisi lain ketua Tanfidz juga bagian dari anggota partai PPP, maka secara politik, tidak akan bersedia untuk mensukseskan paslon lain, karena dia sudah punya pilihan calon lain.
Dengan maraknya Pilbup, warga Nahdliyin sugihwaras tidak hanya diam, dari wakil Tnfidziyah Kyai Sun’an dan rekan-rekannya menggelar pertemuan besar bersama seluruh ranting NU se-sugihwaras. Pada pertemuan yang digelar pada tanggal 10 Februari di desa padas dengan tema “Mwc NU dan Ranting se-sugihwaras bersama Ibu. Hj. Ana Muawanah. Dalam obrolan di warung kopi, bahwa ketua Tanfdziyah Kyi Machsun tidak bisa diajak kerja sama oleh salah dari pengurus Mwc, dengan Isu Carteker yang dijadikan senjata untuk menghadirkan seluruh ranting se-sugihwaras. Pada sisi lain ketua Tanfidz juga bagian dari anggota partai PPP, maka secara politik, tidak akan bersedia untuk mensukseskan paslon lain, karena dia sudah punya pilihan calon lain.
Warga Nu sugihwaras sudah menjadi perbincangan diberbagai tempat kecamatan se-bojonegoro, akan Isu pilbup mendatang, dini hari terkait berita beredarnya pergantian ketua Tanfidz sugihwaras bersamaan dengan acara Reses DPRD Bojonegoro, dalam redaksi berita Kyi Ahmad Sun’an menggatikan Kyai Ahmad Mahsun sebagai ketua Tanfidziyah, Kyai Ahmad Mahsun menjelaskan, pergantian yang dilakukan hanya perkara sepeleh, dan dia menyayangkan hal itu. Padahal Surat Keputusan (SK) Kyi Ahmad Mahsun sudah habis pada tanggal 16 januari 2018 kemarin, sempat dia Menyuarakan Khitoh Ke-Nu.an nya. Kalau dilihat dari sisi politiknya, Kyai Ahmad Mahsun yang bagian dari anggota Partai PPP, maka tidak akan mungkin dia ikut andil dalam internal NU. Partai PPP dan Partai Gerinda yang mendukung penuh terhadap pasangan calon Pak Bas dengan Kang PD, secara tidak langsung Kyai Ahmad Mahsun akan lebih mensukseskan paslon tersebut. Maka dari sini jelas, bahwa pergulatan antara NU dan Partai Politik di sugihwaras masih dalam keadaan memanas hingga hari ini.
Penulis : Andrey (Mahasiswa IAI Sunan Giri Bojonrgoro)
Penulis : Andrey (Mahasiswa IAI Sunan Giri Bojonrgoro)
0 Komentar