Kehidupan adalah sejarah bagi seorang jurnalis, karena kehidupannya setiap hari bagian dari waktu yang tidak bisa terulang kembali, maka perlu adanya sebuah catatan yang dapat mengabadikan semasa hidupnya, dengan berbagai pola kehidupannya tidak lepas dengan sekertas putih dan pena yang dibawanya, dalam setiap tempat dan keadaan memberi sebuah inspirasi baru untuk ditulisnya.

Menulis bukan hal yang tersulit dialami oleh para jurnalis, makanan setiap harinya tidak lain hanyalah buku dan pena sebagai perhiasan terindah olehnya, kesulitan apapun yang dilakukan serasa ringan walaupun beban yang dideritanya begitu berat untuk dilakukan, dengan buku dan pena menjadi motivator terhebat dalam hidupnya.

Membaca suatu bagian yang amat penting dalam mencari dan menambah modal kosa kata untuk membuat sebuah tulisan-tulisan tertentu, atau wacana-wacana yang lebih luas, membaca sangat mudah bila hanya dibayangkan, tetapi sangat sulit untuk di implementasikan, maka perlu adanya sebuah kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari dengan membaca beberapa buku, agar aktivitas-aktivitas tersebut terasa ringan dan menjadikan kebiasaan yang lebih luar biasa, dalam hidup hanyalah sebuah penderitaan yang sangat menyakitkan bila otak atau pikiran manusia tidak difungsikan dengan baik, salah satu bagian yang sangat berharga dalam diri manusia ialah otak manusia.

Pada tanggal 27/6/2012 ada sebuah kebijakan Unik yang diberlakukan oleh Pemerintah Berhasil dalam pembinaan para tahanan, untuk memperoleh pemotongan masa tahanan, para terpidanan itu diwajibkan membaca buku sekurang-kurangnya 14 buku. Buku yang dibaca tersebut bisa berupa novel atau tilsafat. Setelah membaca buku mereka terpidanan diminta untuk menulis esai tentang buku yang telah dibacanya dengan tata bahasa yang baik dan benar. Dari hasil tulisan tersebut kemudian diajukan kepada panel, maka panel akan menentukan apakah tulisan para tahanan itu layak mendapatkan remisi atau tidak. Jika layak, maka para terpidana akan mendapatkan pemotongan empat hari.

Menurut pengumuman pemerintah, kebijakan itu diterapkan dalam rangka pembinaan mental para terpidanan. mereka diharapkan memiliki pengetahuan yang luas. Kususnya buku sastra sebagai sesarana memiliki maksud agar mereka mendapatkan pelajaran yang bernilai tentang kehidupan sehingga bermanfaat dalam praktik hidup sehari-hari.

Begitulah suatu pentingnya Ilmu sastra bila dikaitkan atau dijadikan sebuah landasan dasar hukum pemerintah brazil untuk membina dari beberapa para terpidanan. karena sangat perlunya suatu keabadian untuk melukis sejarah yang telah ditelan oleh waktu.

Dari tulisan-tulisan tersebut semoga kita dapat mengambil hikmahnya, sehingga ada perubahan dalam diri kita, dan menjunjung tinggi aktifitas-aktifitas yang lebih membangkitkan semangat baru dan manfaat baru bagi keluarga serta lingkungan kita.Tentu dari setiap pemerintah terdapat sebuah dinamika-dinamika tersendiri yang berdasarkan suatu perkembangan dan perubahan lokalnya. Alangkah baiknya jika dalam sebuah pertahanan para terpidana di Indonesia diperlakukan atau diberi sebuah pekerjaan yang dapat membangun karakternya sendiri, sehingga dapat terbentuk dengan selayaknya mereka hidup dalam penjara yang dilakukan dengan lebih baik dari kemanmfaatan dari pada diluar pertahanan.

(Teori dan Pengajaran Sastra)

Penulis : Ahmad Andrey