BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ketika ingin mengetahui, mengerti dan mengenal sesuatu hal pastilah kita harus mengetahui sesuatu di belakang layar sesuatu tersebut. Maka jika kita ingin mengetahui, mengerti dan mengenal psikologi perkembangan dengan baik, maka kita harus mengetahui latar belakang historis dari cabang ilmu ini.
Berbekal pernyataan ‘seperti apakah historis atau sejarah dibalik psikologi perkembangan?’ saya mencoba menyajikan karya tulis ini semoga tulisan ini bermanfaat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Psikologi?
2.      Bagaimana Psikologi dalam Pemikiran Filsafat Yunani?
C.     Tujuan
Tujuan saya menulis sejarah psikologi perkembangan ini adalah untuk mengetahui seperti apa sejarah dibalik cabang ilmu ini, sehingga dapat lebih mengenal dan mencintai cabang ilmu ini, serta dapat menjadi motivasi untuk menggali segala sesuatu yang berkaitan dengannya.











BAB II
   PEMBAHASAN
A.    Sejarah Perkembangan Psikologi
Pembicaraan mengenai jiwa berarti akan sedikit banyak menyinggung dari segi historis, karena definisi ilmu jiwa juga mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan pada masa itu, seperti Descartes yang mendefisinisikan jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejala kesadaran yang nantinya tidak bisa bertahan karena pengaruh sigmun Frued dan kawan-kawannya yang berpendapat bahwa alam bawah sadarlah yang banyak mempengaruhi tingkah laku manusia. Untuk memahami isi daripada ilmu jiwa pada umumnya baik yang klasik maupun modern perlu meninjau sejarah perkembangan ilmu jiwa di Eropa barat yang pada akhirnya melahirkan psikologi modern yang dikembangkan seperti yang ada sekarang.[1]
Psikologi adalah ilmu yang pempelajari seluk beluk kejiwaan manusia. Penyelidikan tentang gejala-gejala kejiwaan itu sendiri mula-mula dilakukan oleh para filsuf yunani kuno. Pada waktu itu belum ada pembuktian-pembuktian nyata atau empiris, melainkan segala teori dikumukakan berlandaskan argumentasi-argumentasi logis (akal) belaka. Berabad-abad setelah itu, psikologi juga masih merupakan bagian dari filsafat, anatara lain di Perancis muncul Rene Descartes (1596-1650), di Inggris muncul tokoh Juhn Locke (1623-1704), meraka dikenaql sebagai tokoh asosiasionisme, yaitu doktrin psikologis yang menyatakan, bahwa jiwa itu tersusun atas elemen-elemen sederhana dalam bentuk ide-ide yang muncul dari pengalaman indrawi. Ide-ide ini bersatu dan berkaitan satu sama lain lewat asosiasi-asosiasi.
Psikolog adalah suatu pengetahuan rohaniah yang masih muda dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya, yang baru saja berdiri sendiri, terlepas dari filsafat pada pertengahan abad ke-19.[2] Psikolog memiliki kedudukan penting dalam masyarakat dan dapat menarik perhatian para ahli maupun masyarak umumnya, maka dalam waktu perkembangan yang singkat, telah mencapai kemajuan yang pesat. Hal ini jelas bagi kita dengan adannya berjenis-jenis psikologi yang timbul, antara lain: Psikologi Umum, Psikologi anak, Psikologi pubertas, Psikologi sosial, Psikologi kedokteran, Psikologi pendidikan, Psiko pathologi (ilmu tentang jiwa yang abnormal), Psikologi binatang dan lain sebagainya. Oleh karena masih muda, maka belum ada persesuaian pendapat antara para ahli, sehingga timbul  berjenis-jenis aliran didalam psikologi, seperti psikolog experimentalm psikologi behaviorisme, psikologi reflex (reflexiologi yang utama dikembangkan di Rusia yang dipelopori oleh Pavlov). Di negara-negara seperti Amerika, Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, dan Rusia telah mencapai suatu taraf yang jauh sekali. Tetapi di indonesia jumlah ahli-ahli dalam lapangan ini masih sedikit.
Psikologi baru diakui menjadi abang ilmu independen setelah didirikan laboratorium psikologi oleh Wilhem Wundt pada tahun 1879. Yang kemudian sangat berpengaruh bagi perkembangan psikologi selanjutnya, para sarjana psikologi mulai menyelidiki gejala- gejala kejiwaan secara lebih sistematis dan objektif. Metode-metode baru diketemukan untuk mengadakan pembuktian-pembuktian nyata dalam psikologi seingga lambat laun dapat disusun teori psikologi yang terlepas dari ilmu induknya. Sejak masa itu pulalah psikologi mulai bercabang-cabang kedalam aliran-aliran, karena bertambahnya jumlah sarjana psikologi tentu saja menambah keragaman berfikir dan banyak fikiran-fikiran itu yang tidak dapat disatukan satu sama lain. Karena itulah, maka mereka merasa sefikiran, sependapat, menggabubgkan diri dan menyusun suatu aliran tersendiri.
Suryabrata mengklasifikasikan aliran-aliran tersebut atas dasar jalan yang ditempuh atau metode yang digunakan dalam menyusun suatu teori psikologi, maka menurutnya psikolog dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yaitu:[3]
(1)   Psikolog spekulatif, yaitu psikolog yang menyusun  teori-teorinya atas dasar  pemikiran  spekulatif, seperti Plato, Kant, ahli-ahli dari aliran Neo-Kantianisme, Bahnsen, Queyrat, Malapert, dan lain-lain, mereka terutama adalah ahli filsafat.
(2)   Psikolog Empiris, atau psikolog eksperimental, yaitu psikolog yang menyusunbteori-teorinya atas dasar data-data dari hasil menyelidikan atau eksperimen, seperti Watson, Jung, Adler, Eysenk, Rogers, dan lain-lain.
Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir memberikan istilah baru dan lebih islami bagi para filsuf dan  sufi yang memberikan konsep-konsep kejiwaan dengan metode pemikiran spekulatif, yakni psikolog-Falsafi, yaitu mereka yang dalam menyusun konsep-konsep psikologi sangat mengutamakan kekuatan akal. Jorgon yang sering dikumandangkan adalah ‘ana ufakir faizdanana maujud’ (saya berfikir, maka saya bereksistensi). Jargon ini memberikan isyarat bahwa segala perilaku yang dilakukan oleh psikolog falsafi baik dalam bentuk kognisi, emosi, maupun konasi, selalu didasari oleh petualangan akalnya. Aliran psikolog-Tasawufi, yaitu mereka yang lebih mengutamakan struktur al-Qalb dal al-Zawq yang puncaknya mencapai (ma’rifah, mahabbah,ittihad, hulul, wihdan al-wjud, al-isyraq) kepada Allah, meskipun macam-macam puncak tersebut dipertentangkan validitasnya.
Namun sampai saat ini aliran psikologi yang lebih diakui secara luas dalam dunia ilmu pengetahuan psikologi terbagi menjadi 3 aliran besar, yaitu psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939), Behavioristikyang dipelopori oleh Jhon Broadus Watson (1878-1958) yang pendapatanya dipengaruhi oleh pendapat Ivan Pavlov (1849-1936),dan Humanistis, yang dipelopori oleh Abraham Maslow (1908-1970) kemudian disempurnakan oleh psikolog transpersonal. Psikologi islami menyusul kemudian menjadi aliran psikologi keempat, mudah-mudahan.
Setelah semuanya dikupas oleh para ahli teologi dan para ahli filsafat sebelum abad kesembilan belas dan berkat penemuan-penemuan Galileo, Isaac Newton dan para ilmuan lain sesudah ereka, perhatian tentang manusia serta tingkah laku sedikit demi sedikit mulai bergeser dari para tangan teolog ke tangan para ilmuan. Wilhelm Wundt (1832-1920) umumnya diakui sebagai pendiri psikolog ilmiah. Ia menerbitkan sebuah buku umum tentang ilmu baru ini dan pada 1879 ia mendirikan laboratorium psikologi resmi yang pertama di kota Leipzing, Jerman. Pada tahun 1881 ia juga mulai menerbitkan jurnal pertama di bidang psikologi eksperimental.[4]
Di Amerika, William James mengembangkan Fungsionalisme, psikologi Gestalt didirikan di Jerman, Psikoanalisis Freud mekar di Wina, dan John B. Watson mengembangkan Behaviurisme di Amerika.
Pada tahun 1954 saat Maslow menerbitkan bukunya yang berjudul motivation and personility, ada dua teori besar yang berpengaruh di kalangan universitas-universitas di Amerika. Maka ada banyak teori kecil-kecil, namun sebagian besar psikiater, psikolog dan sarjana dalam bidang ilmu-ilmu tingkah laku dapat menelusuri sumber pemikiran mereka dari Sigmun Frued atau dari John B. Watson.
B.     Psikolog dalam Pemikiran Filsafat Yunani
Para tokoh dari masa Yunani kuno sangat antusias pada gejala-gejala tersebut secara ilmiah. Tetapi pada masa Yunani kuno tersebut mereka berusaha untuk mencoba membuktikan men erangkan gejala kejiwaan tersebut dengan cara melalui mitologi, yaitu suatu pola pikir manusia yang berdasarkan rekaan saja, yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, keterbatasan pengindaraan, keterbatasan penalaran manusia pada masa itu, serta hasrat ingin tahunya terpenuhi. Dan beberapa tokoh Yunani yang menggunakan mitologi tersebut diantaranya adalah:[5]
a.     Socrates (469-399 SM)
Socrates berpandangan bahwa sebenarnya pada diri manusia terpendam pemecahan berbagi masalah mengenai berbagai persoalan dalam kehidupan nyata, oleh karena itu, sebenarnya setiap orang mampu untuk menghadapi segala macam persoalan yang dihadapi. Hanya saja metereka tiakn mampu  menyadari bahwa sesungguhnya dalam diri setiap orang terpendam kemampuan atas jawaban-jawaban bagi segala macam persoalan yang dihadapinya. Socrates juga berpendapat, bahwa ternyata perlunya bantuan orang lain untuk mengeluarkan kemampuan tersebut. Lalu ia melakukan beberapa penelitian kepada setiap orang yang diwawancarainya dengan maksud untuk menggali jawaban-jawaban terpendam mengenai berbagai macam persoalan. Pengertian tentang diri sendiri menurutnya sangat penting bagi manusia, karena adalah kewajiban bagi setiap orang mengenali dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum ia ingin mengerti seperti hal-hal lain diluar dirinya.
b.    Anaimandros (610-546)
Dia mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari yang tidak tentu.
c.     Anaimenes (abad 6 SM)
Segala sesuatu berasal dari udara.
d.    Thales (624-548 SM)
Thales sering disebut sebagai bapak filsafat. Ia mengatakan segala sesuatu yang ada itu berasal dari air. Karena jiwa itu tidak mungkin berasal dari air, maka jiwa itu dianggap tidak ada.
e.     Empedocles (494-433 SM)
Ia mengatakn bahwa ada empat elemen dasar dalam alam semesta ini, yaitu meliputi bumi/tanah, udara, api, dan air. Empedocles juga mengatakan bahwa manusia terdiri dari tulang, otot, dan usus yang merupakan unsur dari tanah. Sedangkan cairan tubuh manusia berasal dari insur air, fungsi rasio dan mental menjadi  unsur api dan sebagai pendukung dari elemen-elemen itu adalah fungsi hidup yang menjadi unsur udara.
f.     Hippocrates (460-377 SM)
Hippocrates sering disebut sebagai bapak ilmu kedokteran. Ia mengatakan bahwa manusia dibagi-bagib dalam empat golongan berdasarkan temperamnya yaitu:
a.       Phlegmatik, yaitu terlalu banyak lendir dalam tubuhnya dan bertemperamen lambat.
b.      Kholerik, yaitu terlalu banyak sumsum kuning dalam tubuhnya, bertemperamen bersemangat dan gesit.
c.       Melancholic, yaitu terlalu banyak sumsum hitam bertemperamen murung.
d.      Sanguine, yaitu terlalu banyak darah, mempunyai temperamen gembira.
g.    Plato (427-347 SM)
Tokoh ini adalah penganut idealisme yang sebenar-benarnya, mengenai “psyche” Plato membanginya dalam tiga bagian, yaitu:
1)    Berfikir, nerpuasa di otak dan disebut logisticon.
2)    Berkehendak, berpusat di dada disebut thumetikon.
3)    Berkeinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen.
Dalam karyanya Republic, Plato membagi masyarakat dalam tiga kelas, yaitu filsuf, serdadu, dan pekerja, semuanya berperan sesuai dengan kelasnya masing-masing.
h.    Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato. Ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang berbentuk kejiwaan (form) harus menempati satu wujud tertentu (matter). Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau ekpresi dari jiwa, hanya Tuhanlah satu-satunya hal yang tanpa wujud. Dengan pandangannya ini Aristoteles sering disebut sebagai penganut paham empiris, karena menurutnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita. Pandangan Aristoteles tentang teori psikologi dalam bukunya  “De anima) adalah setiap benda di dunia ini mempunyai dorongan untuk tumbuh dan menjadi sesuatu  sesuai dengan tujuan yang sudah terkandung dalam benda itu sendiri. Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa dibagi  dalam dua bagian, yaitu: kemampuan untuk mengenal dan kemampuan berkehendak. Pandangan ini dikenal sebagai “dichotomi”.




















BAB III
          PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang masih muda dibandingkan ilmu-ilmu yang lainya, dan dalam waktu perkembangan ilmu ini mengalami yang pesat. Oleh karena masih muda, maka maka belum ada persesuaian pendapat para ahli sehingga timbul berbagai jenis aliran dalam ilmu psikologi.
Para tokoh dari masa Yunani kuno sangat antusias pada gejala-gejala secara ilmiah. Tetapi pada masa Yunani kuno tersebut mereka berusaha untuk membuktikan menerangkan gejala kejiwaan tersebut dengan melalui mitologi.
B.     Kritik dan Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari khilaf dan lupa.














DAFTAR PUSTAKA
Shaleh, Abdul Rahman, Psikologi. Jakarta: Prenada Media Group, 2009.
Partowisastro, Koestoer, Dinamika Dalam Psikoligi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Ilmu, 1983











[1] Abdul Rahman Shaleh. Psikologi (Jakarta: Prenada Media Group, 2009.), hal.8.
[2] Koestoer Partowisastro, Dinamika Dalam Psikologi Pendidikan (jakarta:  Pt Bina Ilmu, 1983.), hal.7.
[3] Ibid. Hal. 10.
[4]Abdul Rahman Shaleh. Psikologi (Jakarta: Prenada Media Group, 2009.), hal.11.
[5] Ibid, 12.