Sekarang kita tidak lagi bisa bertegur sapa, tidak lagi saling berbagi canda tawa apalagi berbalas pesan singkat pun sama sekali tidak pernah. Ya, sekarang kita telah sama-sama menjadi orang asing yang sengaja berjauhan untuk saling menghindari satu sama lain.
Dan kau saat ini sedang sibuk, menyemai cinta dengan dia menjaga agar hati tidak sampai terluka karena mengetahui masa lalu yang sempat pernah tercipta. Tapi aku memahami, tidak selalu yang kita inginkan menginginkan kita, takdir Tuhan tak bisa di kendalikan meski kita memaksakan dengan merapal doa-doa penuh harapan.
Semua yang kau lakukan itu, memicu percik luka amat dalam menghatam persis tepat di dada terasa menyayat perih tak tertahankan. Yang ku dapatkan, dari akhir hubungan ini hanya luka, sungguh memang benar-benar kesengsaraan luka, sampai setiap malam ku alami dan ku lakukan adalah menikmati luka yang tidak pernah ku minta itu.
Aku tak pernah menganggap remeh semua luka yang kau antarkan dalam gelap malam. Aku menerima segala jenis luka, dengan tersenyum sampai tidak terasa yang ku terima itu adalah benar-benar luka. Terkadang aku juga menyulam setiap ada luka yang akan pergi, aku ingin luka darimu mendiami hati yang sudah letih ini, karena seseorang berhak memilih untuk meluka atau hanya sekedar mencoba pahit dan getirnya kesengsaraan luka. Tidak akan ku biarkan luka ini mati begitu saja, ku terima dan ku simpan dengan baik-baik, sebab semua luka yang ku dapat darimu ini akan menjadi saksi sekaligus motivasi di perjalanan kehidupan.
Biarkan aku yang seperti ini, meluka pada waktu-waktu tertentu dimana kau pun tak pernah tahu bahwa aku masih mengandalkan cinta yang tulus ini untuk terus-menerus meluka setiap waktu. Sampai ku menemukan dimana tempat, aku harus meluka dan menuliskan setiap bait luka yang tak pernah ku minta dan ku terima langsung darimu.
Aku tidak pernah berharap kepada sesuatu yang tak mungkin, karena kegagalan dalam menggapai cinta akan menghasilkan perihnya luka. Akan tetapi, tidak ada yang salah dengan luka. Sebab, tergantung cara dalam menyikapi, menerima atau menolak tentang luka. Masih kah kau ingat,? kurasa masih, aku yakin kau masih mengingatnya karena aku telah beberapa kali mengulang perkataan itu, baik dari pesan singkat atau pun waktu kita bersua duduk semeja menikmati ritual kopi bersama.
Pernah aku berkata akan ada sesuatu yang akan ku berikan untukmu, dan ketika itu kau hanya tersenyum lalu berkata "benarkah, apa itu?" aku hanya menganggukan kepala berusaha tidak menjawab. Ya, perkataan atau janji itu ada disini, aku telah menuliskan semua perjalanan kisah kita untukmu dan nantinya akan ku berikan ketika kita bertemu nanti entah, kapan dan dimana. Tapi, apa boleh buat kisah kita tiba-tiba terhenti tak tersambung lagi.
Sampai akhirnya aku bingung, untuk siapa kisah yang susah-susah ku tulis dalam perenungan panjang ini nantinya ku berikan. Jika ini adalah jalan yang kau pilih, aku menerimanya dengan membawa luka-luka yang tak pernah ku minta.
Dan terima kasih telah ikhlas mencintaiku, terima kasih pernah menemani menembus tajamnya rintikan hujan saat mengantarkan pulang kerumahmu, terima kasih telah membuat ku bodoh dalam segala hal hingga aku tidak bisa membedakan kebahagiaan atau kesedihan, terima kasih atas semua kisah ini, dan yang terakhir terima kasih telah membatu ku menemukan waktu yang tepat untuk meluka.
Luka akan terus terjadi kalau kita sengaja untuk meluka. Senja, hujan, dini hari dan warung kopi adalah waktu yang tepat untuk meluka. Dimana di waktu-waktu itu, tempat menatap segala keindahan yang ia berikan kala masih bersama. Namun, semua telah berubah menjadi satu kepalsuan yang tak dapat di hilangkan dari pandangan mata.
Penulis : Joko
Dan kau saat ini sedang sibuk, menyemai cinta dengan dia menjaga agar hati tidak sampai terluka karena mengetahui masa lalu yang sempat pernah tercipta. Tapi aku memahami, tidak selalu yang kita inginkan menginginkan kita, takdir Tuhan tak bisa di kendalikan meski kita memaksakan dengan merapal doa-doa penuh harapan.
Semua yang kau lakukan itu, memicu percik luka amat dalam menghatam persis tepat di dada terasa menyayat perih tak tertahankan. Yang ku dapatkan, dari akhir hubungan ini hanya luka, sungguh memang benar-benar kesengsaraan luka, sampai setiap malam ku alami dan ku lakukan adalah menikmati luka yang tidak pernah ku minta itu.
Aku tak pernah menganggap remeh semua luka yang kau antarkan dalam gelap malam. Aku menerima segala jenis luka, dengan tersenyum sampai tidak terasa yang ku terima itu adalah benar-benar luka. Terkadang aku juga menyulam setiap ada luka yang akan pergi, aku ingin luka darimu mendiami hati yang sudah letih ini, karena seseorang berhak memilih untuk meluka atau hanya sekedar mencoba pahit dan getirnya kesengsaraan luka. Tidak akan ku biarkan luka ini mati begitu saja, ku terima dan ku simpan dengan baik-baik, sebab semua luka yang ku dapat darimu ini akan menjadi saksi sekaligus motivasi di perjalanan kehidupan.
Biarkan aku yang seperti ini, meluka pada waktu-waktu tertentu dimana kau pun tak pernah tahu bahwa aku masih mengandalkan cinta yang tulus ini untuk terus-menerus meluka setiap waktu. Sampai ku menemukan dimana tempat, aku harus meluka dan menuliskan setiap bait luka yang tak pernah ku minta dan ku terima langsung darimu.
Aku tidak pernah berharap kepada sesuatu yang tak mungkin, karena kegagalan dalam menggapai cinta akan menghasilkan perihnya luka. Akan tetapi, tidak ada yang salah dengan luka. Sebab, tergantung cara dalam menyikapi, menerima atau menolak tentang luka. Masih kah kau ingat,? kurasa masih, aku yakin kau masih mengingatnya karena aku telah beberapa kali mengulang perkataan itu, baik dari pesan singkat atau pun waktu kita bersua duduk semeja menikmati ritual kopi bersama.
Pernah aku berkata akan ada sesuatu yang akan ku berikan untukmu, dan ketika itu kau hanya tersenyum lalu berkata "benarkah, apa itu?" aku hanya menganggukan kepala berusaha tidak menjawab. Ya, perkataan atau janji itu ada disini, aku telah menuliskan semua perjalanan kisah kita untukmu dan nantinya akan ku berikan ketika kita bertemu nanti entah, kapan dan dimana. Tapi, apa boleh buat kisah kita tiba-tiba terhenti tak tersambung lagi.
Sampai akhirnya aku bingung, untuk siapa kisah yang susah-susah ku tulis dalam perenungan panjang ini nantinya ku berikan. Jika ini adalah jalan yang kau pilih, aku menerimanya dengan membawa luka-luka yang tak pernah ku minta.
Dan terima kasih telah ikhlas mencintaiku, terima kasih pernah menemani menembus tajamnya rintikan hujan saat mengantarkan pulang kerumahmu, terima kasih telah membuat ku bodoh dalam segala hal hingga aku tidak bisa membedakan kebahagiaan atau kesedihan, terima kasih atas semua kisah ini, dan yang terakhir terima kasih telah membatu ku menemukan waktu yang tepat untuk meluka.
Luka akan terus terjadi kalau kita sengaja untuk meluka. Senja, hujan, dini hari dan warung kopi adalah waktu yang tepat untuk meluka. Dimana di waktu-waktu itu, tempat menatap segala keindahan yang ia berikan kala masih bersama. Namun, semua telah berubah menjadi satu kepalsuan yang tak dapat di hilangkan dari pandangan mata.
Penulis : Joko
0 Komentar