Sayangkan hari-harimu yang sering berkunjung ke belbagai tempat destinasi Wisata, kalau tidak sekalian mengetahui dari sebuah sejarah dan situs-situs kuno yang terkandung di dalamnya, kalau hanya sekedar mencari hiburan dan menikmati liburan, tentu akan mendapatkan serpihan-serpihan album dalam bentuk emage yang perlu dipertanggung jawabkan, ketika orang lain menanyakan akan hal itu.
Jujur dari dulu saya memang suka berlibur ke belbagai tempat Wisata yang berada di daerah Jawa Timur, waktu yang terbuang sia-sia hanya mendapatkan cerita-cerita unik dan keindahan wisata, tanpa ada hikmah yang urgen untuk dipelajari sebagai sumber motivasi dan membuka khazanah keilmuan dari jejak maupun sajak-sajak tersembunyi dibalik perjalanan.
Beberapa kurun waktu, saya menyadari akan hal itu, bahwa perjalanan dalam menikmati kehidupan perlu adanya dorongan mental, spiritual dan intelektual yang mampu me-stabilkan pikiran agar bisa memproyeksikan hidup dengan ribuan nilai-nilai yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Minggu kemarin, saya mencoba untuk menuruti keinginan yang didomisasi oleh penasaran, yang konon katanya di daerah Tuban terdapat Patung Besar se-Asia Tenggara, tidak lama kemudian, pikiran dan hati sudah sesuai dengan harapan, kurang lebih pukul 10.00 WIB saya sampai di Pantai Boom dan kemudian menuju ke Jalan Martadinata No. 1 Keluarahan Karangsari, Kecamatan Kota Tuban, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, Nah itulah Tempat Patung Besar teman-teman menyebutnya, atau disebut Klenteng Kwan Sing Bio bertepatan di pinggir Jalan raya pantura yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kemungkinan besar diantara kalian sudah pada tahu lokasi tersebut, yang sudah diresmikan oleh Pemerintah daerah setempat sebagai salah datu Destinasi Wisata yang berada di Kota Tuban, saya percaya bahwa kalian akan lebih menikmati keindahan dan keunikan bangunan arsitekturnya dari pada mengetahui sejarahnya, apalagi tengah malam, kelihatan indah dan menakjubkan.
Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio
Klenteng Kwan Sing Bio merupakan tempat ibadah yang dibangun pada abad 18 dengan luas lahan 4 hektare, sebagai sarana fasilitas ibadah bagi umat yang menganut Agama Budha, Tao dan Konghucu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tri Dharma, konon ceritanya, tempat ibadah ini dipersembahkan kepada Dewa Kwan Kong, sedangkan Kwan Sing Bio memiliki makna klenteng dan diyakini untuk memuja dan menghormati Dewa Kwan Kong.
Menurut cerita, klenteng ini dulunya adalah tempat pemujaan kecil milik sebuah keluarga berkewarganegaraan China yang merantau ke Indonesia. Keluarga ini dulunya tinggal di desa Tambak boyo 30 kilometer arah barat dari kota Tuban. Sekira 200 tahun yang lalu, tempat pemujaan ini akan dipindahkan dari desa Tambak boyo menuju ke daerah timur.
Asal mula symbol kepiting yang berada di atas pintu gerbang, bukan berasal dari legenda tetapi berasal dari mimpi salah seorang pengurus klenteng pada waktu itu. Dalam mimpinya ia melihat kepiting raksasa masuk ke area Klenteng Kwan Sing Bio. Al-hasil semua pengurus klenteng sepakat untuk menggunakan symbol kepiting sebagai lambing pintu gerbang Klenteng Kwan Sing Bio.
Tidak ada satupun klenteng di dunia ini menggunakan lambang kepiting. Karena itu symbol patung kepiting ini memilik nilai keunikan atau ciri khas bagi Klenteng Kwan Sing Bio, meskipun sebenarnya tidak bermakna apa-apa.
Sebenernya Klenteng Kwan Sing Bio dahulu memilik beberapa arsip yang menceritakan sejarah tentang berdirinya Klenteng Kwan Sing Bio akan tetapi semua arsip terbakar pada jaman penjajahan, sehingga saat ini semua hanya berdasarkan cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi. Karena itulah mengalami kesulitan apabila ditanyakan kepastian tahun berdirinya Klenteng Kwan Sing Bio.
Kita sebagai wisatawan hanya bisa mempelajari dan mengambil hikmah disuatu tempat tertentu, dan menceritakan hasil pengalaman kepada orang lain, siapa tahu memberikan manfaat dan ilmu baru bagi mereka yang belum tahu, bukan persoalan sok tahu dan tidaknya, memang keberuntungan seseorang itu, terdapat bagaimana reaksi cakap dan tanggap terhadap sesuatu, sehingga lebih tahu duluan itulah keberuntungan yang sulit untuk didapat. Silhakan bagi kalian kalau ingin berkunjung hanya Rp. 2000 sudah bisa menikmati keindahan dan memetik ilmunya.
Penulis : Muhammad Andrea
Jujur dari dulu saya memang suka berlibur ke belbagai tempat Wisata yang berada di daerah Jawa Timur, waktu yang terbuang sia-sia hanya mendapatkan cerita-cerita unik dan keindahan wisata, tanpa ada hikmah yang urgen untuk dipelajari sebagai sumber motivasi dan membuka khazanah keilmuan dari jejak maupun sajak-sajak tersembunyi dibalik perjalanan.
Beberapa kurun waktu, saya menyadari akan hal itu, bahwa perjalanan dalam menikmati kehidupan perlu adanya dorongan mental, spiritual dan intelektual yang mampu me-stabilkan pikiran agar bisa memproyeksikan hidup dengan ribuan nilai-nilai yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Minggu kemarin, saya mencoba untuk menuruti keinginan yang didomisasi oleh penasaran, yang konon katanya di daerah Tuban terdapat Patung Besar se-Asia Tenggara, tidak lama kemudian, pikiran dan hati sudah sesuai dengan harapan, kurang lebih pukul 10.00 WIB saya sampai di Pantai Boom dan kemudian menuju ke Jalan Martadinata No. 1 Keluarahan Karangsari, Kecamatan Kota Tuban, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, Nah itulah Tempat Patung Besar teman-teman menyebutnya, atau disebut Klenteng Kwan Sing Bio bertepatan di pinggir Jalan raya pantura yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kemungkinan besar diantara kalian sudah pada tahu lokasi tersebut, yang sudah diresmikan oleh Pemerintah daerah setempat sebagai salah datu Destinasi Wisata yang berada di Kota Tuban, saya percaya bahwa kalian akan lebih menikmati keindahan dan keunikan bangunan arsitekturnya dari pada mengetahui sejarahnya, apalagi tengah malam, kelihatan indah dan menakjubkan.
Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio
Klenteng Kwan Sing Bio merupakan tempat ibadah yang dibangun pada abad 18 dengan luas lahan 4 hektare, sebagai sarana fasilitas ibadah bagi umat yang menganut Agama Budha, Tao dan Konghucu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tri Dharma, konon ceritanya, tempat ibadah ini dipersembahkan kepada Dewa Kwan Kong, sedangkan Kwan Sing Bio memiliki makna klenteng dan diyakini untuk memuja dan menghormati Dewa Kwan Kong.
Menurut cerita, klenteng ini dulunya adalah tempat pemujaan kecil milik sebuah keluarga berkewarganegaraan China yang merantau ke Indonesia. Keluarga ini dulunya tinggal di desa Tambak boyo 30 kilometer arah barat dari kota Tuban. Sekira 200 tahun yang lalu, tempat pemujaan ini akan dipindahkan dari desa Tambak boyo menuju ke daerah timur.
Asal mula symbol kepiting yang berada di atas pintu gerbang, bukan berasal dari legenda tetapi berasal dari mimpi salah seorang pengurus klenteng pada waktu itu. Dalam mimpinya ia melihat kepiting raksasa masuk ke area Klenteng Kwan Sing Bio. Al-hasil semua pengurus klenteng sepakat untuk menggunakan symbol kepiting sebagai lambing pintu gerbang Klenteng Kwan Sing Bio.
Tidak ada satupun klenteng di dunia ini menggunakan lambang kepiting. Karena itu symbol patung kepiting ini memilik nilai keunikan atau ciri khas bagi Klenteng Kwan Sing Bio, meskipun sebenarnya tidak bermakna apa-apa.
Sebenernya Klenteng Kwan Sing Bio dahulu memilik beberapa arsip yang menceritakan sejarah tentang berdirinya Klenteng Kwan Sing Bio akan tetapi semua arsip terbakar pada jaman penjajahan, sehingga saat ini semua hanya berdasarkan cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi. Karena itulah mengalami kesulitan apabila ditanyakan kepastian tahun berdirinya Klenteng Kwan Sing Bio.
Kita sebagai wisatawan hanya bisa mempelajari dan mengambil hikmah disuatu tempat tertentu, dan menceritakan hasil pengalaman kepada orang lain, siapa tahu memberikan manfaat dan ilmu baru bagi mereka yang belum tahu, bukan persoalan sok tahu dan tidaknya, memang keberuntungan seseorang itu, terdapat bagaimana reaksi cakap dan tanggap terhadap sesuatu, sehingga lebih tahu duluan itulah keberuntungan yang sulit untuk didapat. Silhakan bagi kalian kalau ingin berkunjung hanya Rp. 2000 sudah bisa menikmati keindahan dan memetik ilmunya.
Penulis : Muhammad Andrea
0 Komentar