Kader di dalam suatu organisasi mempunyai peran strategis untuk melegitimasi potensi dengan berbagai cara, demi menyelesaikan dan menuntaskan kaderisasi berdasarkan kemampuan yang dimiliki dari setiap anggota organisasi. Sebagai kader lantas tidak harus diam dan selalu patut dengan lingkungan sosial organisasi, ia harus bisa berusaha menentukan arah dan system yang dibangun bersama dengan menumbuhkan kesadaran diri, konstitusi oranisasi yang dilakukan oleh senioritas kader terhadap junioritas tidak layak lagi untuk dikonsumsi atau diperdayakan, karena bisa memperhambat pola pikir dan psikologi kader baru dalam proses keberlanjutan, apalagi sampai jangka yang tidak menentu.
Senior yang prosesnya lebih dulu dibandingkan junior, maka akan semaunya memperlakukan proses junior dengan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan diri sendiri yang lebih besar, secara tidak langsung junior akan menjadi ladang atau tempat (Objek) kompetisi yang tidak baik, tentu dengan hal-hal itu, junior akan merasakan teralienasi dan dehumanisasi terhadap senioritas yang memperlakukan seperti penjajahan pemikiran dan komersialisasi bilogis.

Kaderisasi yang beridentitas biologis akan mempunyai dampak buruk terhadap kader-kader baru, perlu kita pikirkan bersama, bahwa proses kader baru hanya butuh ruang belajar dan dialektika keilmuan dengan meningkatkan daya kesadaran terhadap lingkungan sosial. Sudah jelas bahwa perekruitan kaderisasi tidak hanya sekedar dijadikan sebuah kompetisi baperisasi atau pacarisasi yang mengakibatkan sakit hati dan kecemburuan sosial sesama kader. Secara umum kader yang sudah terkena baperisasi dari seniornya akan mengalami proses kegagalan krangka berpikir dan bergerak dilingkungan sosial organisasi. Proses ia terhambat dengan berbagai stigmatisasi yang direkayasa oleh senior-seniornya.

Disisi lain organisasi yang dibuat oleh para alumnus terdahulu dengan cita-cita tinggi dan baik untuk menciptakan kader kreatif dan potensial bernilai nihil, karena sudah dicampur adukkan dengan pertarungan biologis antar individual dengan organisasi, maka organisasi menjadi alat legitimasi untuk baperisasi terhadap kader-kader yang baru saja berproses. Perlu dihindari niat dan perjuangan dengan pola seperti itu, karena organisasi kaderisasi bukan ajang pelarian mencari pacar waktu proses berlangsung, dan juga bisa memperhambat kader terhadap prosesnya. Bahkan kader diciptakan dengan doktirin dan keberanian yang kuat, sebagai kader petarung di dalam lingkup keilmuan dan politik bukan petarungan biologis antar sesama kader yang lain.

Konsep kaderisasi dengan basis konteks keilmuan harus dipisahkan dengan politik, tidak bisa kemudian dicampur adukkan dengan politik, boleh saja dikaitkan, jika ia memahami dengan menelaah berbagai persepsi politik yang bisa merekontruksi peluang dalam menunjang keilmuan, lebih bahaya lagi, jika politik dipahami sebagi kompetisi kekuasaan ruang dan tidak bisa dicontrol sehingga dapat merusak konsep kaderisasi konteks keilmuan. Maka ia akan berlaku buruk secara pikiran dan gerakan untuk melawan konteks keilmuan demi mewujudkan ruang kekuasaan.

Baperisasi kader mengakibatkan kekecewaan yang berdarah daging terhadap para korban, sehingga organisasi kaderisasi akan mempunyai dampak yang signifikan buruknya di dalam kalangan sosial kampus, komersialisasi kader berujung pada kerusakan konsep kaderasasi keilmuan, keuntungan bukan hanya materil yang didapat, melainkan bobroknya meadset kader berujung pada materialisme pacarisasi bukan idealisasi gerakan keilmuan dan apalagi bisa mengontrol kebijakan pemerintah.


Oleh : @abhy andre