www.sabdaliterasi.blogspot.com
Waktu demi waktu sudah terlewati, saya sengaja untuk melangkahkan kaki dan terlibat dalam Aksi yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Bojonegoro beberapa hari kemarin, Kajian Isu terkait Program Petani Mandiri yang mendatangkan Dinas Pertanian Bojonegoro, saya juga terlibat di dalamnya, bagaimana keberlangsungan Program, realisasi Program, Mekanisme Program, Siapa yang membuat Program, dan Siapa juga yang mendapatkan Program.

Program Petani Mandiri (PPM) merupakan salah satu program prioritas dari 17 Program Unggulan Bupati Bojonegoro, yang sengaja digembor-gemborkan pada waktu Kampanye tahun 2018 lalu, kemudian ada apa dengan PPM, Bupati sudah bekerja selama 10 bulan kurang lebih, PPM masih dalam angan-angan imajinasi Para Petani yang sedang menunggu dan mendapatkan Modal Maksimal Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta) yang selalu diingat sampai tidak bisa bobok cantik setiap malam.

Memang, menjalankan suatu program itu, tidak semudah mengendarai becak dengan jarak yang begitu dekat sekaligus infrastruktur jalan tidak memadai, sehingga harus berhati-berhati supaya mendapatkan sembilan bintang sekaligus dari penumpang untuk mencapai tujuan yang tepat sasaran.

Begitu pun PPM yang digadang-gadang oleh masyarakat Petani, berakhir pada suatu titik kesamaan dan menindih perbedaan, bahwa yang dapat meakses hanya beberapa kelompok saja, seperti yang mendapatkan kartu dengan angka 3 hanya beberapa orang saja tidak menyeluruh waktu kampanye dulu. Begitulah program-program yang bertendensi politik, hanya sebagai alat pemuas supaya bisa duduk di kursi dingin dekat alun-alun Bojonegoro.

Kalau bisa mari kita nalar saksama, bahwa modal maksimal sepuluh juta yang akan diberikan kepada Para Petani, sangat tidak memungkinkan, kalau melihat dari jumlah seluruh petani kurang lebih 230.060 di bojonegoro. Namun masyarakat akan selalu mengingat-ingat betul kata "sepuluh jutanya" bukan "maksimalnya".

Dalam proses me-akses PPM, Petani harus mempunyai Kartu Petani Mandiri dan bergabung di dalam Kelompok Tan (POKTAN), memiliki lahan kurang dari 2 Hektare, foto copy KK dan surat sertifikat kepemilikan tanah, kemudian Dinas Pertanian akan menjadi jembatan selama proses pengajuan berlangsung, tetapi ada batasan tertentu, bahwa setiap tahun akan merealisasi 12O Poktan dari 1.548 Poktan. Namun Dinas Pertanian hanya sebagai fasilitas saja tidak lebih, yang bisa meloloskan Poktan dan layak mendapatkan PPM adalah Bupati Bojonegoro.

Khusunudzon saya, betul banget bupati harus ikut. andil dalam persoalan program-program yang sudah terlanjur terjual di masyarakat waktu kampanye lalu, itu bagian dari bentuk tanggung jawab dari Pemimpin yang ideal. Lantas, apakah harus sedemikian rupa, bahwa Pertanian adalah tugas dan tanggung jawab dari Dinas Pertanian, masak Bupati ikut andil memverifikasi kelulusan Poktan layak atau tidak, Suudzon saya, yang bisa meakses pasti segerombolan yang memegang nomer 3 dulu. Kasihan deh lainnya kurang beruntung. Coba lagi 5 tahun kemudian semoga beruntung.

LAMBATNYA BAGAIKAN BACA TAHLIL
Saya sering berbincang-bincang sama sahabat-sahabat di warung kopi, kenapa ya? Orang-orang Nu itu kalau diundang rapat, baca yasin, baca tahlil dsb, selalu telat, undangan pukul 18.15 Wib, molor sehabis sholat Isya'. Itu pun sudah menjadi kebiasaan yang mengakar sampai generasi ke generasi. hehe

Terkadang saya sempat berpikir, apakah mungkin efek dari mereka yang profilnya sering lambat waktu dapat undangan Tahlil, kok sampai kurang lebih 10 tahun belum juga terealisasi dari program petani mandiri tersebut. Semoga saja tidak, mungkin ada hal lain yang lebih penting, kita sebagai masyarakat anak Petani harus bersabar menunggu respon baik dari Bupati tercinta.

Kalau hemat Penulis, setidaknya Dinas Pertanian mempercrpat kinerjanya dalam sosialisasi terkait dengan PPM, supaya Para Petani tidak geram dan geram menunggu janji-janji Bupati dan kegeraman akan mengakibatkan ketidak percayaan Petani terhadap kinerja Pemerintah Daerah dalam merealisasi Program-program yang membangun perekonomian masyarakat dan kesejahteraan bersama.

Oleh : Muhammad Andrea