Sumber ; https://sabdaliterasi.blogspot.com
Dini hari sekitaran pukul 07:15 menit terdengar suara lantang yang memanggil namaku sambil mengetuk-ngetuk pintu Rumah, Ndre... Ndre,? tak lama kemudian, saya mengintip dari lubang gedek cendela, oh... Ternyata dia si Purwito, dia yang kemarin hari senin meminta bantuan dalam mencari bahan untuk pasang tarub diacara pernikahan besok ahad mendatang.

Selang beberapa menit, saya langsung ganti baju dan bergegas pergi ke Rumahnya, sesampai disana ternyata sudah ramai dari teman-teman Pemuda Karang Taruna, satu persatu dari mereka sudah memegang tugasnya masing-masing, saya mengamati dari setiap pekerjaan yang dilakukan, ternyata ada yang kurang yakni pisang klutuk dan sepet sebagai syarat pelengkap tarub agar lebih indah menawan, seperti dua gapura dalam Kerajaan Jawa.

Delalah ada Budi Utomo yang lagi santai merokok, langsung saya ajak mencari pisang klutuk dan sepet, sembari cletukan dari orang-orang tua di sebelum berangkat, disuruh bertanya kepada salah satu tetangga di sebrang kidul yang masih mempunyai tanaman pisang di halaman rumahnya, se-tiba di lokasi, kebetulan orang yang punya pisang berada di Rumah, dengan nada lembut saya meminta kepada Ibu Parinten. Buk enten gedang klutuk lan sepet,? Enek koyok'e, delok sek nek kulone omah. Jawabnya.

Lantas kami bersi tegas menuju rerumbunan rumput samping Rumah-nya, ada dua pisang klutuk yang masih berdiri lurus, segar, cantik, dan menantang, perlahan saya langsung memotong dipaling ujung bawah pohon pisang dan langsung kami bawa kembali ke Rumah.

Kemudian, kami berdua kembali mencari satu lagi pisang sepet di daerah ujung sebrang Dusun Ngapus, bertepatan di Dusun Ngegot, sebelumnya sempat bertemu dengan Sihit, dia adalah salah satu dari warga Dusun Ngegot, katanya ; di daerah gonanku akeh gedang sepet.! Sesampai disana ternyata benar ada puluhan pisang berbaris-baris dengan berbagai macam nama, bentuk dan rasa, kami menoleh kanan-kiri ditemani Sihit, ada satu pohon pisang yang sudah tumbuh buahnya besar sekali atau orang jawa mengatakan "wes tuwek wayahe ngimbu", untungnya bunga pisang/endut masih bandulan dengan sesuka ria terbawa semilirnya angin pagi itu.

Si Budi kembali mengambil motor di depan Mushola, karena lokasi pengambilan agak begitu jauh dari parkiran motor, kebetulan di dekat Pohon Pisang ada akses jalan Petani setempat. Perlahan dengan penuh hati-hati dalam memotong pohon pisang sepet yang dihimpit dari tiga pohon pisang raja, kami merasa kesulitan, karena pohon begitu besar dan tinggi, tak lama kemudian datanglah teman-teman kami, dia Agung dan Kipli yang sengaja datang untuk membantu membawa hasil potongan pisang sepet dari Bumi Ngegot.

Pohon pisang sepet besar kami bawa pulang bersama empat orang, dengan bantuan dua roda kendaraan modern atau sepeda motor, tidak ada 15 menit akhirnya telah sampai, mereka yang di lokasi pada nyeletuk, kok gedimen? Sembari Budi menjawab, "Gede wong nganten wedok seneng seng gede",. hehehe

Siang akan segera tiba, secepatnya dua pohon pisang segera kami pasang bersama temen-temen lain, biar kelihatan indah tarubnya kalau dijaga dua pohon pisang sebelah kiri-kanan dengan beda bentuk, antara langsing dan seksi bagaikan dua sosok pengantin yang terlihat serasi, senikmat, senasib dan seranjang. Hehehe

Dalam tradisi Jawa pasang tarub merupakan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang, sebagai simbol Pernikahan atau sebagai media/tanda dalam memberitahukan kepada masyarakat sekitar, kemudian para keluarga dan tetangga akan berbondong-bondong datang mendo'akan serta melihat prosesi adat pernikahan dengan hidangan yang diberikan oleh keluarga mempelai.
https://sabdaliterasi.blogspot.com

Hampir disetiap daerah Jawa khususnya, bahwa pasang tarub suatu fenomena umum dalam tradisi Jawa yang tidak bisa ditinggalkan oleh keluarga mempelai pria dan wanita, biasanya masyarakat Jawa memulai pasang tarub sebelum kurang dari 3-2 hari hajatan tiba, pemasangan tarub juga sedapat mungkin jatuh pada hari yang baik yang didahului dengan selamatan agar dalam pelaksanaan senantiasa mendapatkan perlindungan dalam suasana tenteram dan damai.

Kalau menurut Mbah Sariyem warga setempat, seperti Penulis menggali data terkaitan dengan pasang tarub, bahwa pasang tarub adalah adat istiadat yang dilakukan oleh calon pengantin yang menyandang status Pernikahan antara Joko dan Prawan.

Jadi, pasang tarub sebagai tanda bahwa yang menikah masih mempunyai status jejaka (belum pernah punya istri), dan Prawan (belum pernah punya suami), makanya ada dua Pisang dengan jenis berbeda mengandung filosofi sangat dalam, seperti pisang klutuk yang diartikan bahwa pengantin prempuan biar tidak mantuk (pisah dengan suami), Kemudian pisang sepet (kedua mempelai biar sama-sama mampet atau punya secepatnya punya keturuanan).

Dalam pemahaman lain, pasang tarub yakni pihak keluarga pria atau wanita yang akan melangsungkan pernikahan biasanya memasang tarub (tratag) sebagai tanda resmi akan mengadakan hajatan. Kata tarub dalam masyarakat umum sering diistilahkan ditata ben ketok murub (ditata agar kelihatan bersinar dan mewah) guna menunjukkan kepada masyarakat bahwa sebuah keluarga sedang memiliki hajat manten (Bratawijaya, 2006: 47).

Maka pasang tarub bukan hanya sekedar hiasan semata waktu menjelang pernikahan, terutama menyimpan makna begitu dalam yang harus dipahami oleh kedua pengantin, agar hidupnya lebih bermanfaat dan selalu bersinar kebahagiaan serta ketentraman bagaikan janur kuning yang menghiasi halaman rumah waktu pernikahan berlangsung.

Penulis : M Andrea

Sumber Refrensi ;
Jurnal kebudayaan Islam
Safrudin Aziz: Tradisi-ritual Upacara Pernikahan radisi-ritual Upacara Pernikahan Adat Jawa Keraton... Adat Jawa Keraton... (hal. 22-41)